Profile Facebook Twitter My Space Friendster Friendfeed You Tube
Dharma Pendidikan Kompasiana MSN Indonesia Bisnis Indonesia Kompas Republika Tempo Detiknews Media Indonesia Jawa Pos Okezone Yahoo News New York Times Times Forbes
Google Yahoo MSN
Bank Indonesia Bank Mandiri BNI BCA BRI Cimb Niaga BII
Hariyono.org Education Zone Teknologi Informasi Ekonomi Mikro Ekonomi Makro Perekonomian Indonesia KTI-PTK Akuntansi Komputer Media Pend.Askeb Media Bidan Pendidik Materi Umum Kampus # # #
mandikdasmen Depdiknas Kemdiknas BSNP Kamus Bhs Indonesia BSNP # # # # #
Affiliate Marketing Info Biz # # # # # # # # #
Bisnis Online Affilite Blogs Affiliate Program Affiliate Marketing # # # # # # # # #

19 April 2011 | 1:40 PM | 0 Comments

Desain Pembelajaran

A. Desain Pembelajaran Berbasis Kompetensi

Pendidikan berbasis kompetensi menitikberatkan pada pengembangan kemampuan untuk melakukan (kompetensi) tugas-tugas tertentu yang sesuai dengan standar performansi yang telah ditetapkan. “Competency Based Education is geared toward preparing individuals to perform identified competency” (Schrag, 1987, h 22).

Rumusan ini menunjukan bahwa pendidikan mengacu pada upaya penyiapan individu agar mampu melakukan perangkat kompetensi yang diperlukan. Suatu program pendidikan berbasis kompetensi harus mengandung empat unsur pokok, yaitu:

1) Pemilihan kompetensi yang sesuai

2) Spesifikasi indikator-indikator evaluasi untuk menentukan keberhasilan pencapaian kompetensi

3) Pengembangan sistem pembelajaran

4) Penilaian

Kegiatan pembelajaran diarahkan untuk memberdayakan semua potensi peserta didik untuk menguasai kompetensi yang diharapkan. Kegiatan pembelajaran mengembangkan kemampuan untuk mengetahui, memahami, melakukan sesuatu, hidup dalam kebersamaan dan mengaktualisasikan diri. Dengan demikian, kegiatan pembelajaran perlu: 1) berpusat pada peserta didik; 2) mengembangkan kreatifitas peserta didik; 3)menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang; 4) bermuatan nilai, etika, estetika, logika, dan kinstetika dan 5) menyediakan pengalaman belajar yang beragam (Puskur, 2004:13).

Dalam kerangka itu, pengembangan program dilakukan berdasarkan pendekatan kompetensi. Penggunaan pendekatan ini memungkinkan desain program dapat dilaksanakan secara efektif, efisien, dan tepat. Hasil-hasil pembelajaran dinilai dan dijadikan umpan balik untuk mengadakan perubahan terhadap tujuan pembelajaran dan prosedur pembelajaran yang dilaksanakan sebelumnya. Langkah-langkah pengembangan pembelajaran tersebut sebagaimana dikemukakan oleh Stanley Elam (1971) dalam Oemar Hamalik (2002:92) sebagai berikut:

Langkah pertama :

Spesifikasi asumsi-asumsi atau preposisi-preposisi yang mendasar.

Program pembelajaran harus didasarkan pada asumsi yang jelas. Dunia pendidikan dewasa ini lebih cenderung kembali pada pemikiran bahwa anak akan belajar lebih baik jika lingkungan diciptakan secara alamiah. Belajar akan lebih bermakna jika anak ‘mengalami’ sendiri apa yang dipelajarinya. Pembelajaran yang berorientasi pada target penguasaan materi terbukti dalam kompetensi ‘pengingat’jangka pendek, tetapi gagal dalam membekali persoalan dalam kehidupan jangka panjang.

Pada awal abad dua puluh, John Dewey mendengarkan filsafat progresivisme, yang kemudian melahirkan filosofi belajar kontruksifisme dengan mengajukan teori kurikulum dari metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan metode pembelajaran yang berhubungan dengan pengalaman dan minat siswa. Inti ajaranya adalah siswa akan belajar dengan baik apabila yang mereka pelajari berhubungan dengan apa yang telah mereka ketahui; proses belajar akan produktif jika siswa terlibat aktif dalam aktif dalam proses belajar. Diantara pokok-pokok pandangan progresivisme antara lain :

1. Siswa belajar dengan baik apabila mereka secara efektif dapat mengkonstruksi sendiri pemahaman mereka tentang apa yang dipelajari.

2. Anak harus bebas agar bisa berkembang dengan wajar

3. Penumbuhan minat melalui pengalaman langsung untuk merangsang belajar.

4. Guru sebagai pembimbing dan peneliti.

5. Harus ada kerjasama antara sekolah dan masyarakat.

6. Sekolah progresif harus merupakan laboratorium untuk melakukan eksperimen.

Masih banyak teori-teori lain yang dapat dijadikan landasan dalam pengembangan kurikulum. Jika diantara teori belajar ternyata ada yang tidak disetujui, maka sebaiknya diadakan diskusi, sehingga dapat menyusun program yang betul-betul aktual.

Langkah kedua :

Mengidentifikasi kompetensi

Dalam penyusunan rencana pembelajaran perlu memperhatikan kompetensi dasar yang akan diajarkan. Untuk mengetahui keluasan dan ke dalaman cakupan kemempuan dasar, dapat digunakan jaringan topic/tema/konsep. Kompetensi dasar yang terlalu luas dalam cakupan materinya perlu dijabarkan menjadi lebih dari satu pembelajaran. Sedangkan kompetensi dasar yang tidak terlalu rumit mungkin dapat dijabarkan ke dalam satu pembelajaran.

Kompetensi-kompetensi harus dijabarkan secara khusus dan telah divalidasikan serta di tes sejauhmana kontribusinya terhadap keberhasilan dan efktifitas belajar megajar. Hasil penelitian seringkali ikut membantu dalam mengidentifikasi kompetensi, kita dapat menggunakan beberapa model pendekatan diantaranya :

a. Pendekatan analisis tugas (task analysis) untuk menentukan daftar kompetensi. Berdasarkan analisis tugas-tugas yang harus dilakukan oleh guru di sekolah/madrasah sebagai tenaga professional, yang pada giliranya ditentukan kompetensi-kompetensi apa yang diperlukan , sehingga dapat pula diketahui apakah seorang siswa telah melakukan tugasnya sesuai dengan kompetensi yang dituntut kepadanya. Kompetensi dasar berfungsi untuk mengarahkan guru dan fasilitator mengenai target yang harus dicapai dalam pembelajaran. Daftar kompetensi ini dapat disusun setelah mengadakan serangkaian diskusi atau menilai.

b. Pendekatan the needs of school learners (memusatkan perhatian pada kebutuhan-kebutuhan siswa di sekolah). Langkah pertama dalam pendekatan ini adalah bertitik tolak dari ambisi, nilai-nilai dan pandangan para siswa. Hal ini menjadi landasan dalam mengidentifikasi kompetensi. Jadi pendekatan ini berdasarkan asumsi bahwa terdapat hubungan yang erat sekali antara persiapan guru dan hasil yang diinginkan siswa.

c. Pendekatan berdasarkan asumsi kebutuhan masyarakat. Dengan menspesifikasikan kebutuhan masyarakat, terutama masyarakat sekolah, maka selanjutnya disusun program pendidikan. Pendekatan ini berdasarkan asumsi, bahwa pengetahuan tentang masyarakat yang nyata dan penting itu dapat diterjemahkan menjadi program sekolah para siswa yang pada giliranya dituangkan ke dalam program pembelajaran. Kelemahan dari pendekatan ini ialah bahwa sangat sulit menemukan kebutuhan masyarakat yang tepat, tetap serta lengkap, sehingga begitu program dilaksanakan pada waktu itu mungkin kebutuhan masyarakat telah berubah.

Hal senada juga dikemukakan oleh Ashan (1981:57) dalam Mulyasa (2004:8) bahwa analisis kompetensi dilakukan melalui proses:

1. Analisis tugas. Analisis tugas dimaksudkan untuk mendeskripsikan tugas-tugas yang harus dilakukan ke dalam indikator-indikator kompetensi. Berdasarkan analisis tugas yang harus dipelajari oleh siswa, dikembangkan berbagai jenis pengetahuan yang menuntut dicantumkan kompetensi-kompetensi yang diperlukanya (daftar kompetensi).

2. Pola analisis. Pola analisis dimaksudkan untuk mengembangkan keterampilan baru yang belum ada. Pola analisis dilakukan dengan menganalisis setiap pekerjaan yang ada di masyarakat dengan keterampilan-keterampilan yang dimiliki oleh para siswa. Selanjutnya dikembangkan keterampilan-keterampilan baru yang belum dimiliki oleh para siswa, yang dipandang lebih efektif dan efisien dalam mencapai tujuan.

3. Research. Research (penelitian) dimaksudkan untuk mengembangkan sejumlah kompetensi berdasarkan hasil-hasil penelitian , dan diskusi. Penelitian dan diskusi ini melibatkan berbagai ahli yang memahami kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang. Berdasarkan pemahaman terhadap kondisi serta perkembangan masa kini dan masa yang akan datang, diidentifikasikan sejumlah kompetensi yang diperlukan untuk dikuasai oleh individu dalam menempuh kehidupan sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan zaman.

4. Expert judgement. Expert judgement atau pertimbangan ahli dimaksudkan utnuk menganalisis kompetensi berdasarkan pertimbangan para ahli. Expert judgement ini bisa dilakukan melalui teknik Delphi, sebagai suatu cara untuk memprediksi masa depan berdasarkan pandangan dan analisis pakar ditinjau sari berbagai sudut pandang ilmu. Kelebihan dari teknik Delphi antara lain bahwa yang melakukan analisis dan prediksi masa depan adalah mereka yang telah memiliki wawasan dan pengetahuan yang handal dalam bidangnya.

5. Individual group interview data. Analisis kompetensi berdasarkan wawancara, baik secara individu maupun kelompok dimaksudkan utnuk menemukan informasi tentang kegiatan, tugas-tugas, dan pekerjaan yang diketahui oleh seseorang atau sekelompok orang dalam bentuk lisan. Dengan komuniksi dua arah, penggunaan wawancara diharapakan untuk memperoleh informasi yang diinginkan oelh pewawancara melalui pertanyaan-pertanyaan yang diajukan.

6. Role Play. Role play ini dimaksudkan untuk melakukan analisis kompetensi berdasarkan pengamatan dan penilaian terhadap sejumlah orang yang melakukan peran tertentu. Melalui kegiatan ini diharapkan diperoleh sejumlah peran tertentu yang ada di masyarakat, sebagai bahan untuk mengidentifikasi kompetensi yang perlu dikembangkan dan dimiliki oleh murid.

Langkah ketiga :

Menggambarkan Secara spesifik Kompetensi-kompetensi

Kompetensi-kompetensi yang telah ditentukan lebih diperkhusus dan dirumuskan menjadi eksplisit dan dapat diamati. Selain itu dipertimbangkan masalah target populasinya dalam konteks pelaksanaanya, hambatan-hambatan program, waktu pelaksanaan dan parameter sumber.

Langkah keempat :

Menentukan tingkat-tingkat criteria dan jenis assessment

Menentukan jenis-jenis penilaian yang akan digunakan dimaksudkan untuk mengukur ketercapaian kompetensi. Hal ini sangat penting dalam pengembangan program pembelajaran. Jika tujuan sederhana dan jelas, maka tidak begitu sulit untuk menentukan criteria keberhasilan dan kondisi yang diperlukan untuk mempertunjukan bahwa kompetensi telah dikuasai. Akan tetapi kebanyakan kompetensi itu bersifat kompleks dan mengandung variabel yang cukup sulit untuk dinilai. Kompetensi-kompetensi itu diwarnai oleh karakteristik guru dan bermacam-macam suasana sambutan murid, baik secara individual maupun kelompok terhadap stimulasi yang sama. Oleh karena itu harus disusun seperangkat indicator dan jangan hanya satu perangkat karena akan mengakibatkan program menjadi kaku. Tersedianya berbagai alternative penilaian yang disiapkan oleh guru menunjukan kesiapan guru dalam melaksanakan proses pembelajaran.

Langkah kelima :

Pengelompokan dan penyusunan tujuan pembelajaran

Pada langkah kelima ini dilakukan penyusunan sesuai dengan urutan maksud-maksud instruksional setelah langkah pertama sampai keempat menguraikan deskripsi logis program yang di dalamnya memuat kompetensi-kompetensi minimal, sub kompetensi dan bentuk assessment.

Sebagai pertimbangan atau landasan dalam rangka penyusunan pengaturan tersebut adalah :

a. Struktur isi yang dimuat dari pengertian-pengertian sederhana sampai dengan prinsip-prinsip yang kompleks.

b. Lokasi dan fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan macam-macam kegiatan. Beberapa kompetensi bertalian dengan masukan kognitif dan dilangkapi dengan media pembelajaran, sedangkan kompetensi lainya mungkin memerlukan simulasi.

Langkah keenam :

Desain strategi pembelajaran

Program instruksional disusun bertalian dengan kompetensi yang telah dirumuskan dan secara logis dikembangkan setelah kompetensi ditentukan. Model instruksional adalah seperangkat pengalaman dengan maksud memberikan fasilitas kepada para siswa untuk mengembangkan kompetensi. Pada umumnya format modul terdiri dari 5 bagian utama, yaitu:

a. Prospektus, memuat pernyataan yang jelas tentang rasional asumsi-asumsi pokok yang menjadi landasan, hubungan antara modul datu dengan modul lainya dan dengan keseluruhan program.

b. Tujuan atau seperangkat tujuan yang harus dirumuskan dengan jelas dan tidak membingungkan.

c. Pre assessment yang meliputi assessment diagnostic terhadap sub kompetensi atau tujuan-tujuan modul

d. Kegiatan-kegiatan yang merupakan alternative instruksional untuk mencapai kompetensi, alternative yang dapat dipilih oleh siswa berdasarkan asumsi bahwa para siswa bersikap accountable terhadap kompetensi, bukan semata-mata ikut berpartisipasi.

e. Post assessment, untuk mengetahui keberhasilan modul. Modul tidak mengisolasi kurikulum, melainkan bersifat luwes dan menggunakan startegi instruksional terpadu. Efektivitas modul tergantung pada kreativitas, kepandaian, kecakapan para pengembangnya.

Langkah ketujuh :

Mengorganisasikan sistem pengelolaan

Program-program yang bersifat individual menuntut sistem pengelolaan yang berguna melayani bermacam-macam kebutuhan siswa. Adanya bermacam-macam tujuan berbagai alternatif kegiatan, menjadikan sistem instruksional dan sistem bimbingan lebih unik.

Sebagaimana kita ketahui program pembelajaran berbasis kompetensi lebih mengutamakan suasana real (field setting) dimana sangat dibutuhkan kerjasama dan dibutuhkan persetujuan inter-institusional. Tanggungjawab pendidikan bukan hanya menjadi tanggungjawab guru, tetapi juga oleh lembaga-lembaga lainya seperti: lembaga professional, wakil-wakil masyarakat, murid dan institusi lainya.

Mengingat belajar adalah merupakan proses bagi siswa dalam membangun gagasan atau pemahaman sendiri, maka kegiatan belajar mengajar hendaknya memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan hal tersebut dengan lancar dan penuh motivasi. Suasana belajar yang diciptakan oleh guru harus melibatkan siswa secara aktif, mengalami, bertanya dan mempertanyakan, menjelaskan, dan sebagainya. Menghargai usaha siswa walaupun hasilnya belum memuaskan dan menantang siswa sehingga berbuat dan berpikir merupakan contoh strategi yang memungkinkan siswa menjadi pelajar seumur hidup. Berdasarkan beberapa pertimbangan di atas, maka sangat diperlukan praktek pengelolaan dan sistem pengelolaan yang didesain cermat.

Langkah kedelapan :

Melaksanakan percobaan program

Program yang telah disusun secara sistematis perlu diuji cobakan. Percobaan program dilakukan terhadap bagian-bagian dari program itu atau semacam prototype test dan hendaknya dilakukan terlebih dahulu dalam skala kecil. Tujuan program ini adalah untuk mengetes efektifitas strategi instruksional; seberapa besar diperlukan tuntutan-tuntutan program; ketepatan alat atau jenis penilaian yang digunakan; dan efektivitas system pengelolaan. Tes ini harus didesain sedemikian rupa agar dapat diketahui kelemahan apa yang terdapat dalam unsur-unsur program tersebut untuk melakukan perbaikan

Langkah kesembilan :

Menilai desain pembelajaran

Pelaksanaan terhadap sebuah desain intruksional, lazimnya mencakup empat aspek, yaitu:

a. Validasi tujuan dalam hubungan dengan peranan pendidik yang diproyeksikan.

b. Tingkat-tingkat kriteria dan bentuk-bentuk assessment.

c. Sistem instruksional dalam hubunganya dengan hasil belajar.

d. Pelaksanaan organisasi dan pengelolaan dalam hubungan dengan hasil tujuan.

Pada prinsipnya pelaksanaan penilaian harus dilakukan sejak awal dan kontinyu karena merupakan bagian integral dalam pengembangan program.

Langkah kesepuluh :

Memperbaiki program

Setiap program sesungguhnya tidak pernah tersusun dengan kondisi sampurna, termasuk desain instruksional berbasis kompetensi. Akan tetapi senantiasa terbuka untuk perbaikan dan perubahan berdasarkan umpan balik dari pengalaman-pengalaman. Hal ini senada dengan pendapat Houston : “continual refinement of every aspect of the program is characteristic of the systemic approach which undergirds most CBE programs. This includes modifying as well as changing instructional strategies and management system to make them more useful”.

B. Langkah – Langkah Dalam Mendesain Pembelajaran

Salah satu model desain pembelajaran adalah model Dick and Carey (1985). Langkah–langkah Desain Pembelajaran menurut Dick and Carey adalah:

  1. Mengidentifikasikan tujuan umum pembelajaran.
  2. Melaksanakan analisi pembelajaran
  3. Mengidentifikasi tingkah laku masukan dan karakteristik siswa
  4. Merumuskan tujuan performansi
  5. Mengembangkan butir–butir tes acuan patokan
  6. Mengembangkan strategi pembelajaran
  7. Mengembangkan dan memilih materi pembelajaran
  8. Mendesain dan melaksanakan evaluasi formatif
  9. Merevisi bahan pembelajaran
  10. Mendesain dan melaksanakan evaluasi sumatif.

Model Dick and Carey terdiri dari 10 langkah. Setiap langkah sangat jelas maksud dan tujuanya sehingga bagi perancang pemula sangat cocok sebagai dasar untuk mempelajari model desain yang lain. Kesepuluh langkah pada model Dick and Carey menunjukan hubungan yang sangat jelas, dan tidak terputus antara langkah yang satu dengan yang lainya. Dengan kata lain, system yang terdapat pada Dick and Carey sangat ringkas, namun isinya padat dan jelas dari satu urutan ke urutan berikutnya.

Langkah awal pada model Dick and Carey adalah mengidentifikasi tujuan pembelajaran. Langkah ini sangat sesuai dengan kurikulum perguruan tinggi maupun sekolah menengah dan sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran tertentu di mana tujuan pembelajaran pada kurikulum agar dapat melahirkan suatu rancangan pembangunan. Penggunaan model Dick and Carey dalam pengembangan suatu mata pelajaran dimaksudkan agar (1) pada awal proses pembelajaran anak didik atau siswa dapat mengetahui dan mampu melakukan hal–hal yang berkaitan dengan materi pada akhir pembelajaran, (2) adanta pertutan antara tiap komponen khususnya strategi pembelajaran dan hasil pembelajaran yang dikehendaki, (3) menerangkan langkah–langkah yang perlu dilakukan dalam melakukan perencanaan desain pembelajaran.

sumber : tirman

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK anda. Cukup dengan meng-KLIK link ini! Terimakasih.
 
Copyright © 2010 - All right reserved by Education Zone | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by h4r1
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome, flock and opera.