Oleh : Wijaya Kusumah - Guru TIK SMP Labschool Jakarta yang doyan ngeblog di http://wijayalabs.com, dan oleh anak didiknya biasa dipanggil "OMJAY".
Saya sering tertawa geli kalau ada seorang pejabat dari depdiknas menjelaskan keunggulan dari sekolah RSBI. Anda pasti tahu apa itu RSBI. Itu loh Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional. Teman-teman ada yang memplesetkan Risntisan sekolah bertarif internasional karena biayanya yang mahal, atau Rintisan sekolah berbahasa Indonesia, karena guru hanya bisa dua bahasa, bahasa Indonesia dan bahasa daerah, hehehehe, jadilah sekolah itu membuka kelas bilingual, kelas yang berbahasa daerah dan berbahasa Indonesia, hahaha.
Kalau mau jujur ide adanya sekolah RSBI itu bagus banget, tetapi kita sering melupakan potensi daerah atau lokal yang sebenarnya jauh lebih unggul dari kata internasional itu sendiri. Seolah-olah hal-hal yang berbau tradisional itu kuno dan ketinggalan jaman. Padahal, orang bule (baca asing) sangat senang sekali menikmati ketradisionalan bangsa kita yang beraneka ragam. Sampai-sampai banyak orang asing yang dikirim ke Indonesia untuk mempelajari keragaman budaya di negeri kita ini.
Kembali kepada RSBI, kita terkadang lupa membuka kelas-kelas internasional dan meninggalkan budaya lokal. Seolah-olah kalau kita sudah bisa bahasa asing (baca Inggris) kita sudah hebat dan dekat dengan masyarakat Internasional. Padahal, kalau mau jujur bahasa itu adalah sebagai alat komunikasi, jadi adalah salah bila RSBI hanya mengedepankan Bahasa, sementara hal lainnya yang lebih penting terabaikan. Saya terus terang tidak begitu sepaham dengan adanya RSBI ini. Sebab RSBI terkadang membuat kita menyembah-nyembah budaya asing dan seolah-olah sekolah kita tidak lebih hebat daripada sekolah mereka. Kita selalu memandang ke barat, dan tak pernah memandang ke timur. Seolah-olah sekolah amerika lebih hebat dari sekolah di timur tengah. Benarkah demikian?
Sejak adanya RSBI di sekolah kami, justru tidak ada yang namanya pertukaran pelajar. Dulu sebelum RSBI, kami saling bertukar pelajar, dimana pelajar dari luar negeri beberapa bulan sekolah di tempat kami dan pelajar kita sekolah beberapa bulan di tempat mereka. Adanya RSBI rupanya belum memenuhi harapan semua pihak. Bahkan ada sebagian masyarakat yang mengeluh karena mahalnya sekolah yang sudah membuka kelas internasional. Sudah begitu, mereka harus juga ikut UN, yang ternyata nilai siswa RSBI nilai UN-nya lebih rendah daripada siswa kelas reguler. Jadi untuk apa masuk ke kelas internasional, kalau juga masih ikut UN? Mungkin saya perlu bertanya pada rumput yang bergoyang.
Dalam Bab XIV pasal 50 ayat 3 Undang-undang No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, disebutkan bahwa pemerintah daerah harus mengembangkan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan menjadi bertaraf internasional.
Sebagai ibu kota negara, Jakarta sudah tentu harus lebih siap dalam menjalankan tuntutan undang-undang ini dengan mengembangkan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI) di semua jenjang pendidikan. Namun sangat tidak menutup kemungkinan, pada masa mendatang banyak lagi sekolah yang memiliki potensi berkembang dari SSN (Sekolah standar Nasional) menjadi RSBI. Tentunya perkembangan ini harus berjalan alami, bukannya dipaksakan. Sebab berkembang menjadi RSBI bukanlah hal yang mudah bagi sekolah. Apalagi bila sekolah itu ternyata tidak siap untuk membuka RSBI. Jangan sampai mutu sekolah RSBI lebih rendah dari sekolah SSN.
Saya tak ingin membahas apa itu RSBI di tulisan ini, karena sudah banyak orang yang menulis tentang RSBI, tetapi saya ingin mengajak anda semua berpikir apakah sudah tepat langkah yang dilakukan pemerintah untuk membuka program RSBI?. Di sinilah saya ingin mendapatkan masukan dari anda, plus minus sekolah RSBI dalam pandangan masyarakat. Dari sini kami bisa melakukan refleksi diri, apakah sekolah kami telah benar-benar sesuai menjalankan program RSBI.
Kekurangan RSBI menurut saya, dari segi buku pegangan siswa harusnya berbeda dari sekolah reguler, SDM (guru) kita belum siap, dan masih banyak guru yang belum bisa membuat kurikulumnya sendiri. jangankan membuat kurikulum dalam bahasa Inggris, membuat RPP saja masih banyak guru yang belum benar dalam membuatnya. Pemerintah nampaknya belum siap benar dengan progran RSBI. kasihan para guru hanya menjadi obyek dari obsesi para penentu kebijakan.
Kelebihan RSBI adalah memotivasi para siswa untuk mampu bersaing dalam dunia global. Anak-anak kita tak kalah dengan anak-anak dari negara lain. Siswa-siswa sekolah kita lebih berani mencoba hal-hal baru, dan menantang para guru untuk mengembangkan metode dan model pembelajaran di dunia internasional.
Indonesia adalah bangsa yang besar, kita harus bangga dengan predikat ini. kalau malaysia saja dulu belajar dari kita, kenapa kita sekarang yang belajar kepada mereka? Tentu ada sesuatu yang harus dibenahi dalam dunia pendidikan kita. jangan biarkan ana-anak kita lebih percaya belajar di luar negeri daripada belajar di negerinya sendiri.
Salam Blogger Kompasiana