Profile Facebook Twitter My Space Friendster Friendfeed You Tube
Dharma Pendidikan Kompasiana MSN Indonesia Bisnis Indonesia Kompas Republika Tempo Detiknews Media Indonesia Jawa Pos Okezone Yahoo News New York Times Times Forbes
Google Yahoo MSN
Bank Indonesia Bank Mandiri BNI BCA BRI Cimb Niaga BII
Hariyono.org Education Zone Teknologi Informasi Ekonomi Mikro Ekonomi Makro Perekonomian Indonesia KTI-PTK Akuntansi Komputer Media Pend.Askeb Media Bidan Pendidik Materi Umum Kampus # # #
mandikdasmen Depdiknas Kemdiknas BSNP Kamus Bhs Indonesia BSNP # # # # #
Affiliate Marketing Info Biz # # # # # # # # #
Bisnis Online Affilite Blogs Affiliate Program Affiliate Marketing # # # # # # # # #

07 October 2010 | 6:03 PM | 0 Comments

Paradigma Baru Pengorganisasian Materi dan Model Pembelajaran Inovatif PKn Berbasis Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (Sebuah Tawaran Konsep dan Aplikasi)

Oleh:  Prof. Dr. Wayan Lasmawan, M.Pd.

Staf Dosen Fakultas Ilmu Sosial Undiksha

A. Pengantar

Studi kualitas tentang pembelajaran PKn dewasa ini menunjukkan beberapa kelemahan, baik dilihat dari proses maupun hasil belajar, antara lain dalam aspek metodologis dimana pendekatan ekspositoris sangat mendominasi seluruh proses belajar. Aktivitas guru lebih menonjol dari pada kegiatan siswa, sehingga belajar siswa terbatas pada menghapal.  Trilling dan Hood (1999) mengemukakan bahwa perhatian utama pendidikan di abad 21 adalah untuk mempersiapkan hidup dan kerja bagi masyarakat.Tibalah saatnya menoleh sejenak ke arah pandangan dengan sudut yang luas mengenai peran-peran utama yang akan semakin dimainkan oleh pembelajaran dan pendidikan dalam masyarakat yang berbasis pengetahuan. Kemerosotan pendidikan kita sudah terasakan selama bertahun-tahun, untuk kesekian kalinya kurikulum dituding sebagai penyebabnya. Hal ini tercermin dengan adanya upaya mengubah kurikulum mulai kurikulum 1975 diganti dengan kurikulum 1984, kemudian diganti lagi dengan kurikulum 1994. Nasanius (1998) mengungkapkan bahwa kemerosotan pendidikan bukan diakibatkan oleh kurikulum tetapi oleh kurangnya kemampuan profesionalisme guru dan keengganan belajar siswa. Profesionalisme sebagai penunjang kelancaran guru dalam melaksanakan tugasnya, sangat dipengaruhi oleh dua faktor besar yaitu faktor internal yang meliputi minat dan bakat dan faktor eksternal yaitu berkaitan dengan lingkungan sekitar, sarana prasarana, serta berbagai latihan yang dilakukan guru. (Sumargi, 1996) menyatakan, profesionalisme guru dan tenaga kependidikan masih belum memadai utamanya dalam hal bidang keilmuannya. Misalnya guru Biologi dapat mengajar Kimia atau Fisika. Ataupun guru IPS dapat mengajar Bahasa Indonesia. Memang jumlah tenaga pendidik secara kuantitatif sudah cukup banyak, tetapi mutu dan profesionalisme belum sesuai dengan harapan. Banyak diantaranya yang tidak berkualitas dan menyampaikan materi yang keliru sehingga mereka tidak atau kurang mampu menyajikan dan menyelenggarakan pendidikan yang benar-benar berkualitas (Dahrin, 2000). Banyak faktor yang menyebabkan kurang profesionalismenya seorang guru, sehingga pemerintah berupaya agar guru yang tampil di abad pengetahuan adalah guru yang benar-benar profesional yang mampu mengantisipasi tantangan-tantangan dalam dunia pendidikan. Para ahli mengatakan bahwa abad 21 merupakan abad pengetahuan karena pengetahuan menjadi landasan utama segala aspek kehidupan. Menurut Naisbit (1995) ada 10 kecenderungan besar yang akan terjadi pada pendidikan di abad 21 yaitu; (1) dari masyarakat industri ke masyarakat informasi, (2) dari teknologi yang dipaksakan ke teknologi tinggi, (3) dari ekonomi nasional ke ekonomi dunia, (4) dari perencanaan jangka pendek ke perencanaan jangka panjang, (5) dari sentralisasi ke desentralisasi, (6) dari bantuan institusional ke bantuan diri, (7) dari demokrasi perwakilan ke demokrasi partisipatoris, (8) dari hierarki-hierarki ke penjaringan, (9) dari utara ke selatan, dan (10) dari atau/atau ke pilihan majemuk.      Kaji petik Soepardjo (2006) menemukan adanya kecendrungan di kalangan siswa dewasa ini beranggapan bahwa PKn merupakan bidang studi/mata pelajaran yang menjemukan dan kurang menantang minat belajar, bahkan lebih dari itu dipandang sebagai mata pelajaran kelas dua, baik oleh peserta didik maupun oleh orang tua mereka. Hal ini diduga bersumber pada lemahnya proses belajar, sebagaimana ditemukan dalam kaji petik Suwarma (1991), bahwa pembelajaran PKn belum mampu membangkitkan budaya belajar pada peserta didik. Budaya belajar dalam konteks ini diartikan bahwa belajar PKn bukan hanya menyangkut “what to learn” melainkan “how to learn”. Dengan kata lain belajar PKn seyogyanya dipandang dari aspek instrumentalnya, yaitu “learning to learn”. Analisis faktor eksternal yang berpengaruh terhadap mutu proses dan hasil pembelajaran PKn menemukan bahwa peserta didik, orang tua, bahkan para pengambil keputusan dalam bidang pendidikan cenderung beranggapan bahwa PKn kurang memiliki nilai manfaat dibandingkan dengan bidang studi lainnya seperti matematikan dan IPA.     Dampak persepsi negatif tersebut mengakibatkan kualitas masukan bagi program ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan program studi lain, padahal secara intrinsik materi pelajarannya memerlukan kemampuan intelektual dan motivasi yang tinggi. Sementara itu, perkembangan ilmu dan teknologi dewasa ini dipandang membawa kecendrungan pembinaan sumber daya manusia yang lebih mengutamakan sain, sehingga komposisi kurikulum harus memuat lebih banyak sain daripada ilmu sosial (PKn) dan humaniora. Pemaknaan seperti ini nampaknya kurang objektif, sebab keberhasilan pembangunan tidak hanya ditentukan oleh sain dan teknologi, melainkan juga oleh ilmu sosial dan humaniora.      Martorella (1988), menyatakan bahwa lemahnya basis ilmu sosial dan humaniora pada tingkat pendidikan dasar dan menengah antara lain disebabkan karena ilmu-ilmu alam dan teknologi dipandang “seolah-olah” secara kongkrit mampu menjawab tantangan untuk menjadikan suatu bangsa modern di tengah-tengah realitas masyarakat yang terbelakang. Peranan ilmu alam dan teknologi dianggap sangat ampuh untuk membebaskan diri dari keterbelakangan tersebut. Selanjutnya dikemukakan juga bahwa ilmu sosial hampir selalu dikritik karena tidak mampu memberikan jawaban yang eksak atas berbagai persoalan yang dihadapi masyarakat. Lebih dari itu, ilmu sosial dianggap hanya bisa melancarkan kritik tanpa bisa memberikan jawaban atau menawarkan suatu alternatif sebagai solusi akhir dari sebuah masalah.  Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.  Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan. Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, ada suatu model pembelajaran yang efektif dan efisien sebagai alternatif, yaitu model pembelajaran berbasis portofolio (porfolio based learning), yang diharapkan mampu melibatkan siswa dalam keseluruhan proses pembelajaran dan dapat melibatkan seluruh aspek, yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik siswa, serta secara fisik dan mental melibatkan semua pihak dalam pembelajaran sehingga siswa memiliki suatu kebebasan berpikir, berpendapat, aktif dan kreatif.      Subianto (2000) berpendapat bahwa, di kalangan peserta didik telah terjadi semacam “idiologisasi” bahwa melanjutkan studi ke bidang ilmu-ilmu sosial (PKn) kurang bergengsi, inferior, dan kurang menjanjikan masa depan yang cerah. Akibatnya bidang studi ilmu-ilmu sosial merupakan keranjang penampungan mereka yang gagal di bidang ilmu-ilmu alam dan teknologi. Kondisi ini menunjukkan bahwa pembelajaran PKn perlu mendapatkan perhatian secara akademik, sebab kondisi ini akan semakin terstruktur dalam kondisi sosial kemasyarakatan. Berangkat dari seperangkat masalah di atas, maka tulisan ini akan mengetengahkan sebuah model pembelajaran yang “dipandang sebagai alternatif” dalam memberdayakan PKn sebagai sebuah subject matter dalam konstalasi kurikulum nasional.  Masalah utama dalam pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) ialah penggunaan metode atau model pembelajaran dalam menyampaikan materi pelajaran secara tepat, yang memenuhi muatan tatanan nilai, agar dapat diinternalisasikan pada diri siswa serta mengimplementasikan hakekat pendidikan nilai dalam kehidupan sehari-hari-belum memenuhi harapan seperti yang diinginkan. Hal ini berkaitan dengan kritik masyarakat terhadap materi pelajaran PKn yang tidak bermuatan nilai-nilai praktis tetapi hanya bersifat politis atau alat indoktrinasi untuk kepentingan kekuasaan pemerintah. Metode pembelajaran dalam Proses Belajar Mengajar (PBM) terkesan sangat kaku, kurang fleksibel, kurang demokratis, dan guru cenderung lebih dominan one way method.  Guru PKn mengajar lebih banyak mengejar target yang berorientasi pada nilai ujian akhir, di samping masih menggunakan model konvensional yang monoton, aktivitas guru lebih dominan daripada siswa, akibatnya guru seringkali mengabaikan proses pembinaan tatanan nilai, sikap, dan tindakan; sehingga mata pelajaran PKn tidak dianggap sebagai mata pelajaran pembinaan warga negara yang menekankan pada kesadaran akan hak dan kewajiban tetapi lebih cenderung menjadi mata pelajaran yang jenuh dan membosankan.  Untuk menghadapi kritik masyarakat tersebut di atas, dan seiring dengan perubahan paradigma pengelolaan kurikulum sekolah, yaitu dari KBK ke KTSP, maka sajian singkat ini dimaksudkan untuk menstimuli para guru agar mampu mengembangkan dan mengorganisir materi PKn dan membelajarkannya dengan model-model yang inovatif, sehingga kualitas proses dan produk pembelajaran PKn dapat ditingkatkan. Pada bagian selanjutnya, akan diurai secara garis besar tentang ruang lingkup, tujuan, candraan materi, dan model-model pembelajaran PKn inovatif.  B. Sekilas Tentang Pembelajaran PKn di Sekolah Dasar Pendidikan di Indonesia diharapkan dapat mempersiapkan peserta didik menjadi warga negara yang memiliki komitmen kuat dan konsisten untuk mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Komitmen yang kuat dan konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, perlu ditingkatkan secara terus menerus untuk memberikan pemahaman yang mendalam tentang Negara Kesatuan Republik Indonesia. Secara historis, negara Indonesia telah diciptakan sebagai Negara Kesatuan dengan bentuk Republik. Dalam perkembangannya sejak Proklamasi 17 Agustus 1945 sampai dengan penghujung abad ke-20, rakyat Indonesia telah mengalami berbagai peristiwa yang mengancam keutuhan negara. Untuk itu diperlukan pemahaman yang mendalam dan komitmen yang kuat serta konsisten terhadap prinsip dan semangat kebangsaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang berdasarkan pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.  Konstitusi Negara Republik Indonesia perlu ditanamkan kepada seluruh komponen bangsa Indonesia, khususnya generasi muda sebagai generasi penerus.  Indonesia harus menghindari sistem pemerintahan otoriter yang memasung hak-hak warga negara untuk menjalankan prinsip-prinsip demokrasi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kehidupan yang demokratis di dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat, pemerintahan, dan organisasi-organisasi non-pemerintahan perlu dikenal, dipahami, diinternalisasi, dan diterapkan demi terwujudnya pelaksanaan prinsip-prinsip demokrasi. Selain itu, perlu pula ditanamkan kesadaran  bela negara, penghargaan terhadap hak azasi manusia, kemajemukan bangsa, pelestarian lingkungan hidup, tanggung jawab sosial, ketaatan pada hukum, ketaatan membayar pajak, serta sikap dan perilaku anti korupsi, kolusi, dan nepotisme. Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan merupakan mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan warganegara yang memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajibannya untuk menjadi warganegara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan UUD 1945. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. (1) Berpikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan, (2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, dan bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, serta anti-korupsi, (3) Berkembang secara positif dan demokratis untuk membentuk diri berdasarkan karakter-karakter masyarakat Indonesia agar dapat hidup bersama dengan bangsa-bangsa lainnya, dan (4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam percaturan dunia secara langsung atau tidak langsung dengan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut.      Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara,  Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan jaminan keadilan      Norma, hukum dan peraturan, meliputi:  Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistim hukum  dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional      Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak,  Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, penghormatan dan perlindungan HAM        Kebutuhan  warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri , Persamaan kedudukan warga negara      Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama,  Konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di  Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi      Kekuasan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat,  Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi      Pancasila meliputi: kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka      Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesia di era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional,  dan Mengevaluasi globalisasi.     Secara transaksional, sebaran standar kompetensi (SK) dan Kompetensi asar (KD) pembelajaran PKn sekolah dasar, khususnya untuk kelas 4, 5, dan 6 yang tertera pada dokumen pendidikan yang dikeluarkan oleh Jakarta dapat dijabarkan sebagai berikut: Kelas IV, Semester 1

Stándar  Kompetensi

Kompetensi Dasar

1.    Memahami sistem pemerintahan desa  dan pemerintah  kecamatan

1.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintah kecamatan

1.2  Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintah kecamatan

2. Memahami sistem pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi

2.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi

2.2 Menggambarkan struktur organisasi kabupaten, kota, dan provinsi

Kelas IV, Semester 2

Stándar  Kompetensi

Kompetensi Dasar

3.  Mengenal sistem pemerintahan tingkat pusat

3.1  Mengenal lembaga-lembaga negara dalam susunan pemerintahan tingkat pusat, seperti  MPR, DPR, Presiden, MA, MK dan BPK dll.

3.2 Menyebutkan organisasi pemerintahan tingkat pusat, seperti Presiden, Wakil Presiden dan para Menteri

4. Menunjukkan sikap terhadap globalisasi di lingkungannya

4.1  Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya

4.2  Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional

4.3  Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya

Kelas V, Semester 1

Stándar  Kompetensi

Kompetensi Dasar

1. Memahami pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI)

1.1  Mendeskripsikan Negara Kesatuan Republik Indonesia

1.2  Menjelaskan pentingnya keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

1.3   Menunjukkan contoh-contoh perilaku dalam menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia

2.  Memahami peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan  daerah

2.1  Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah

2.2  Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti  pajak, anti korupsi, lalu lintas, larangan merokok

Kelas V, Semester 2 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 3. Memahami kebebasan berorganisasi    3.1 Mendeskripsikan pengertian organisasi 3.2 Menyebutkan contoh organisasi di lingkungan sekolah dan masyarakat 3.3 Menampilkan peran serta dalam memilih organisasi di sekolah 4.  Menghargai keputusan bersama                                  4.1 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama  4.2 Mematuhi keputusan bersama  Kelas VI, Semester 1 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 1.  Menghargai nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara    1.1 Mendeskripsikan nilai-nilai juang dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.2 Menceritakan secara singkat nilai kebersamaan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara 1.3 Meneladani nilai-nilai juang para tokoh yang berperan dalam proses perumusan Pancasila sebagai Dasar Negara dalam kehidupan sehari-hari 2. Memahami sistem pemerintahan Republik Indonesia           2.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 2.2 Mendeskripsikan lembaga-lembaga negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 2.3   Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah Kelas VI, Semester 2 Stándar  Kompetensi    Kompetensi Dasar 3.  Memahami peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara di Asia Tenggara    3.1 Menjelaskan pengertian kerjasama negara-negara Asia Tenggara 3.2 Memberikan contoh peran Indonesia dalam lingkungan negara-negara di Asia Tenggara  4.  Memahami peranan politik luar negeri Indonesia dalam era globalisasi    4.1  Menjelaskan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif 4.2  Memberikan contoh peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional    C. Prinsip Pengembangan Materi (Pendidikan Politik dan Hukum dalam PKN)     Untuk mengembangkan materi terkait dengan candraan standar kompetensi dan kompetensi dasar sebagaimana yang diuraikan di atas, maka ada beberapa pokok materi yang dipandang layak untuk dikedepankan dalam kaitannya dengan pendidikan politik dan hukum dalam pembelajaran PKn, yaitu: Kompetensi Dasar (KD)    Pokok-pokok Pengembangan Materi 4.1  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan desa dan pemerintah kecamatan 4.1  Menggambarkan struktur organisasi desa dan pemerintah kecamatan         Pemerintahan desa/kelurahan      Komponen/unsur pemerintahan desa      Lembaga/organisasi pemerintahan desa      Struktur organisasi pemerintahan desa      Hubungan kerja antar unsur pemerintahan desa      Fungsi dan Tugas lembaga pemerintahan desa 4.2  Mengenal lembaga-lembaga dalam susunan pemerintahan kabupaten, kota, dan provinsi 4.2 Menggambarkan struktur organisasi kabupaten, kota, dan provinsi         Pemerintahan kabupaten/kota/provinsi      Komponen/unsur pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Lembaga/organisasi pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Struktur organisasi pemerintahan kabupaten/kota/ provinsi      Hubungan kerja antar unsur pemerintahan kabupaten/kota/provinsi      Fungsi dan Tugas lembaga pemerintahan kabupaten/ kota/provinsi 5.1  Memberikan contoh sederhana pengaruh globalisasi di lingkungannya 5.1  Mengidentifikasi jenis budaya Indonesia yang pernah ditampilkan dalam misi kebudayaan internasional 5.1  Menentukan sikap terhadap pengaruh globalisasi yang terjadi di lingkungannya     5.2  Menjelaskan pengertian dan pentingnya peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah  5.2  Memberikan contoh peraturan perundang-undangan tingkat pusat dan daerah, seperti  pajak, anti korupsi, lalu lintas, larangan merokok          Hirarkhi peraturan perundangan-undangan negara      Bentuk-bentuk peraturan perundang-undangan      Daya ikat (fungsi) setiap peraturan perundang-undangan      Contoh peraturan perundangan di daerah dan pusat      Kewenangan membuat peraturan perundang-undangan      Bentuk-bentuk pengambilan keputusan      Sikap dan perilaku politik dalam bernegara      Contoh-contoh kepatuhan terhadap keputusan bersama 5.2 Mengenal bentuk-bentuk keputusan bersama  5.2 Mematuhi keputusan bersama      6.1 Menjelaskan proses Pemilu dan Pilkada 6.1 Mendeskripsikan lembaga-lembaga negara sesuai UUD 1945 hasil amandemen 6.1  Mendeskripsikan tugas dan fungsi pemerintahan pusat dan daerah         Otonomi daerah      Otonomi politik      Pilkada Langsung      Pemilu      Lembaga tertinggi dan tinggi negara      Tugas-dan fungsi lembaga tertinggi dan tinggi negara      Kewenangan tugas dan fungsi pemerintah pusat dan pemerintah daerah.      Bidang-bidang kewenangan pemerintah pusat dan pemerintah daerah 6.2  Menjelaskan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif 6.2  Memberikan contoh peranan politik luar negeri Indonesia dalam percaturan internasional         Pengertian dan makna politik bebas aktif      Rasional pentingnya politik luar negeri yang bebas dan aktif.      Pergaulan internasional (Globalisasi).      Peranan politik luar negeri yang bebas aktif bagi kepentingan negara dan masyarakat.      Contoh-contoh manfaat politik luar negeri yang bebas dan aktif.   D. Dasar Pemikiran Model Pembelajaran Portofolio dalam PKn  Menurut ERIC Digest (2000), “Portfolios are used in various professions together typical..; art students assamble a portfolio for an art class..”. Portofolio merupakan kumpulan hasil karya siswa sebagai hasil belajarnya. Portofolio, selain sangat bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kemampuan dan pemahaman siswa serta memberikan gambaran mengenai sikap dan minat siswa terhadap pelajaran yang diberikan, juga dapat menunjukkan pencapaian atau peningkatan yang diperoleh siswa dari proses pembelajaran (Stiggins, 1994 : 20). Melalui model pembelajaran portofolio, selain diupayakan dapat membangkitkan minat belajar siswa secara aktif, kreatif, juga dapat mengembangkan pemahaman nilai-nilai kemampuan berpartisipasi secara efektif, serta diiringi suatu sikap tanggung jawab.  Adapun alasan penggunaan model pembelajaran portofolio, yang mendasari kegiatan serta proses pembelajaran PKn mengacu pada pendekatan sistem : (1) CTL, ‘Contextual Teaching Learning’, dan (2) ‘Model Kegiatan Sosial dan PKn’.  (1) CTL adalah suatu bentuk pembelajaran yang memiliki karakteristik berikut :       keadaan yang mempengaruhi langsung kehidupan siswa dan pembelajarannya;  dengan menggunakan waktu/kekinian, yaitu masa yang lalu, sekarang, dan yang akan datang;       lawan dari textbook centered;       lingkungan budaya, sosial, pribadi, ekonomi, dan politik;       belajar tidak hanya menggunakan ruang kelas, bisa dilakukan di dalam kehidupan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara;       mengaitkan isi pelajaran dengan dunia nyata dan memotivasi siswa membuat hubungan antara pengetahuan dengan penerapannya dalam kehidupan mereka;      membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel dapat diterapkan dari satu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain.  Model CTL disebut juga REACT, yaitu Relating (belajar dalam kehidupan nyata), Experiencing (belajar dalam konteks eksplorasi, penemuan dan penciptaan), Applying (belajar dengan menyajikan pengetahuan untuk kegunaannya), Cooperating (belajar dalam konteks interaksi kelompok), dan Transfering (belajar dengan menggunakan penerapan dalam konteks baru/konteks lain)  (2) Model Kegiatan Sosial dan PKn  Model yang dipelopori oleh Fred Newman ini mencoba mengajarkan pada siswa bagaimana mempengaruhi kebijakan umum, dengan demikian pendekatan tersebut mencoba memperbaiki kehidupan siswa dalam masyarakat atau negara, dengan mencoba mengembangkan kompetensi lingkungan yang merupakan kemampuan siswa untuk mempengaruhi lingkungan, dan memberikan dampak pada keputusan-keputusan kebijakan, memiliki tingkat kompetensi dan komitmen sebagai pelaksana yang bermoral. Model ini mendorong partisipasi aktif siswa dalam kehidupan politik, ekonomi dan sosial dalam masyarakat.  Kedua model di atas, yang menjadi dasar acuan pendekatan sistem pada model pembelajaran portofolio membina siswa dalam rangka pemerolehan kompetensi lingkungan dan membekali siswa dengan life skill : civic skill, civic life, serta dapat mengembangkan dan membekali siswa bagaimana belajar ber-PKn-dengan pengetahuan dan keterampilan intelektual yang memadai serta pengalaman praktis agar memiliki kompetensi dan efektifitas dalam berpartisipasi, juga untuk membina suatu tatanan nilai terutama nilai kepemimpinan pada diri siswa, agar siswa dapat mempertanggungjawabkanb ucapan, sikap, perbuatan pada dirinya sendiri, kemudian pada masyarakat, bangsa, dan negara.  Implementasi model pembelajaran portofolio akan menjadikan PBM PKn yang sangat menyenangkan bagi siswa, bila pembelajaran tersebut beserta komponennya memiliki kegunamanfaatan bagi siswa dan kehidupannya.   E. Kelemahan, Peluang, dan Ancaman Model Portofolio Selain hal-hal positif, keunggulan, dan kelebihan model portofolio di atas, kita pun harus mencermati beberapa kelemahan, peluang, dan ancaman yang terdapat di dalam proses pembelajaran PKn in action, seperti dipaparkan di bawah ini. 1. Kelemahan Model Pembelajaran Portofolio :       Diperlukan waktu yang cukup banyak, bahkan diperlukan waktu di luar jam pembelajaran di sekolah, sehingga untuk menuntaskan satu studi kasus atau suatu kebijakan publik diperlukan lebih dari 20 jam pelajaran seperti yang telah ditentukan dalam jadwal;       Kurangnya pengetahuan/daya nalar guru yang bersangkutan      Belum diberikannya hak otonomi mengajar sebagai pengembang kurikulum praktis di kelas;       Diperlukan tenaga dan biaya yang cukup besar;       Kurangnya jalinan komunikasi antara pihak sekolah, keluarga, dan masyarakat khususnya para birokrat/instansi yang dikunjungi oleh para siswa untuk dimintai keterangannya; dan       Belum terbiasanya pembiasaan jalinan kerjasama kelompok tim para siswa, dengan kesadaran, karena jika ide atau gagasan terlalu banyak dan tidak dapat dipertemukan, masalah akan sulit dipecahkan.  2. Peluang Model Pembelajaran Portofolio :       Dalam kurikulum baru, diharapkan topik materi pembelajaran tidak terlalu banyak, namun dimuat satu sampai 2 topik atau materi pelajaran per semester, sehingga model pembelajaran portofolio dapat dilaksanakan tanpa kekurangan waktu atau menyalahi apa yang telah digariskan dalam kurikulum. Model ini dapat dilakukan satu tahun satu kali;       Hak otonomi mengajar pada guru dalam mengembangkan kemampuan, kemauan, daya nalar, serta fungsi perannya sebagai fasilitator, mediator, motivator,. Dan rekonstruktor pembelajaran di dalam kelas;       Tukar pendapat, informasi, pengetahuan untuk meningkatkan daya nalar dan pengetahuan dengan rekan guru pada MGMP PKn setempat;       Kerjasama/kolaborasi antara Kepala Sekolah dan pihak Dewan Sekolah/Komite Sekolah untuk menangani masalah pendanaan;       Kerjasama/kolaborasi antara pihak sekolah dengan pemerintah setempat;       Siswa dapat mengunjungi instansi/lembaga pemerintah yang terkait untuk mencari atau memperoleh informasi yang dibutuhkan.  3. Ancaman Model Pembelajaran Portofolio :       Belum diberikannya hak otonomi mengajar, sehinga guru masih terikat pada keharusan sebagai pelaksanan kurikulum, sedangkan guru harus dapat menjadi pengembang kurikulum praktis di dalam kelas;       Kurang kesadaran guru dalam mengembangkan kemampuan dan kemauan dalam melaksanakan fungsi perannya;       Tidak ada dukungan moril serta bantuan dana dari pihak sekolah;       Kurangnya kerjasama antara para guru, Kepala Sekolah, Dewan Sekolah, Orang Tua Siswa, dan instansi/lembaga pemerintah serta masyarakat setempat   F. Guru dan Strategi Pengembangan Pembelajaran Bermakna Menurut Prof. Suyanto, Ph.D., Rektor Universitas Negeri Yogyakarta, “Guru harus diajak berubah dengan dilatih terus- menerus dalam pembuatan satuan pelajaran, metode pembelajarannya yang berbasis Inquiry, Discovery, Contekstual Teaching and Learning, menggunakan alat bantunya, menyusun evaluasinya, dan perubahan filosofinya, dan sebagainya.” Pembelajaran kontekstual didasarkan pada hasil penelitian John Dewey (1916) yang menyimpulkan bahwa siswa akan belajar dengan baik jika apa yang dipelajari terkait dengan apa yang telah diketahui dan dengan kegiatan yang atau peristiwa yang akan terjadi di sekelilingnya. Pembelajaran ini menekankan pada daya pikir yang tinggi, transfer ilmu pengetahuan, mengumpulkan dan menganalisis data, memecahkan masalah-masalah tertentu baik secara individu maupun kelompok. Dengan demikian, guru dituntut untuk menggunakan strategi pembelajaran kontekstual dan memberikan kegiatan yang bervariasi, sehingga dapat melayani perbedaan individual siswa, mengaktifkan siswa dan guru, mendorong berkembangnya kemampuan baru, menimbulkan jalinan kegiatan belajar di sekolah, responsif, serta rumah dan lingkungan masyarakat. Pada akhirnya siswa memiliki motivasi tinggi untuk belajar. Namun dalam keseharian, guru masih terjebak pada filosofi dan pendekatan lamanya. Hal ini nampak jelas pada evaluasi yang mereka lakukan. Evaluasi yang digunakan oleh para guru di lapangan masih berpedoman pada paradigma lama yang hanya mengukur kemampuan kognitif dengan bentuk-bentuk evaluasi yang hampir tidak berubah sama sekali dengan kurikulum sebelumnya. Kendala utama yang dialami guru adalah ketidakpahaman mengenai apa dan bagaimana melakukan evaluasi dengan portofolio. Karena ketidakpahaman ini mereka kembali kepada pola assessment lama dengan tes-tes dan ulangan-ulangan yang cognitive-based semata. Tidak adanya model sekolah yang bisa dijadikan sebagai rujukan membuat para guru tidak mampu melakukan perubahan, apalagi lompatan, dalam proses peningkatan kegiatan belajar mengajarnya. Ada beberapa strategi pengajaran yang perlu dikembangkan guru secara kontekstual antara lain, Pertama, pembelajaran berbasis masalah; Sebelum memulai proses belajar-mengajar di kelas, siswa terlebih dahulu diminta untuk mengobservasi suatu fenomena terlebih dahulu dan siswa diminta untuk mencatat permasalahan-permasalahan yang muncul. Di sini guru merangsang siswa untuk berpikir kritis dalam memecahkan masalah yang ada serta mengarahkan siswa bertanya, membuktikan asumsi, dan mendengarkan perspektif yang berbeda dengan mereka. Kedua, memanfaatkan lingkungan siswa untuk memperoleh pengalaman belajar; guru memberikan penugasan yang dapat dilakukan di berbagai konteks lingkungan siswa misalnya, di sekolah, keluarga, dan lingkungan masyarakatnya serta penugasan siswa untuk belajar di luar kelas. Ketiga, memberikan aktivitas kelompok; Aktivitas belajar secara kelompok dapat memperluas perspektif serta membangun kecakapan interpersonal untuk berhubungan dengan orang lain. Guru dapat menyusun kelompok terdiri dari tiga, lima, maupun delapan siswa sesuai dengan tingkat kesulitan penugasan. Keempat, membuat aktivitas belajar mandiri; Peserta didik diarahkan untuk mencari, menganalisis dan menggunakan informasi dengan sedikit atau bahkan tanpa bantuan guru. Pengalaman pembelajaran kontekstual harus mengikuti uji coba terlebih dahulu; menyediakan waktu yang cukup, dan menyusun refleksi; serta berusaha tanpa meminta bantuan guru supaya dapat melakukan proses pembelajaran secara mandiri (independent learning). Kelima, membuat aktivitas belajar bekerja sama dengan masyarakat; sekolah dapat melakukan kerja sama dengan institusi pemerintah/swasta dan orang tua siswa yang memiliki keahlian khusus untuk menjadi guru tamu. Hal ini perlu dilakukan guna memberikan pengalaman belajar secara langsung di mana siswa dapat termotivasi untuk mengajukan pertanyaan. Keenam, menerapkan penilaian autentik; Dalam pembejalaran kontekstual, penilaian autentik dapat membantu siswa untuk menerapkan informasi akademik dan kecakapan yang telah diperoleh pada situasi nyata untuk tujuan tertentu. Menurut Johnson (2002:165), penilaian autentik memberikan kesempatan luas bagi siswa untuk menunjukkan apa yang telah mereka pelajari selama proses belajar-mengajar. Adapun bentuk-bentuk penilaian yang dapat digunakan oleh guru adalah portofolio, tugas kelompok, demonstrasi, dan laporan tertulis. Sebagai penjabarannya antara lain, portofolio; merupakan kumpulan tugas yang dikerjakan siswa dalam konteks belajar di kehidupan sehari-hari. Siswa diharapkan untuk mengerjakan tugas tersebut supaya lebih kreatif. Mereka memperoleh kebebasan dalam belajar sekaligus memberikan kesempatan luas untuk berkembang serta memotivasi siswa. Penilaian ini tidak perlu mendapatkan penilaian angka, melainkan melihat pada proses siswa sebagai pembejalaran aktif. Sebagai contoh, siswa diminta untuk melakukan survei mengenai jenis-jenis pekerjaan di lingkungan rumahnya. Tugas kelompok; dalam pembelajaran kontekstual berbentuk pengerjaan projek. Kegiatan ini merupakan cara untuk mencapai tujuan akademik sambil mengakomodasi perbedaan gaya belajar, minat, serta bakat dari masing-masing siswa. Is dari projek akademik terkait dengan konteks kehidupan nyata, oleh karena itu tugas ini dapat meningkatkan partisipasi siswa. Sebagai contoh, siswa diminta membentuk kelompok projek untuk menyelidiki penyebab pencemaran sungai di lingkungan siswa. Demonstrasi, siswa diminta menampilkan hasil penugasan kepada orang lain mengenai kompetensi yang telah mereka kuasai. Para penonton dapat memberikan evaluasi pertunjukkan siswa.

DAFTAR PUSTAKA

Brolin,D.E. 1989. Life-Centered Career Education : A Competency-Based Approach (3rd Ed.). Reston VA : The Council for Exceptional Children Center for Indonesian Civic Education. (1998). Kami Bangsa Indonesia. Bandung : Proyek Kewarganegaraan.  Djahiri, A.K. (2000). Model Pembelajaran Portofolio Terpadu dan Utuh. Bandung : PPKnH UPI dan CICED.  ERIC Digest (2000). “Portfolio Assessment”. Arts-ED 3334603.  http://www.vsoc.k.12.ut.us/curr/lifeskills. http://www.nelcollege.schoolnz. Hilda Taba. 1962. Curriculum Development, Theory and Practice. San Fransisco College. Majelis Pendidikan Tinggi, Pimpinan Pusat Muhammadiyah. 2001. Studi Kebijakan Kewirausahaan dan Bakat Prestasi. Proyek Pembinaan Kesiswaan dan Wawasan Keilmuan. Direktorat Pendidikan Menengah Umum, Ditjen Dikdasmen, Depdiknas. Menteri Pendidikan Nasional. 2001. Laporan Menteri Pendidikan Nasional pada Rapat Koordinasi Bidang Kesra Tingkat Menteri, Tanggal 19 September 2001. Print, Murray. 1993. Curriculum Development and design. Allen and Unwin, Australia. Popham, W.J. (1995). Classroom Assessment : What Teachers Need to Know. USA : Allyn & Bacon – A Simon & Schuster Company.  Saylor, J.Galen at.al. 1983. Curriculum Planning for Better Teaching and Learning. Holt Saunders International Edition. Stiggins, R.J. (1991). Student-Centered Classroom Assessment. New York : MacMillan Cottage, Publishing Company. Tyler, Ralph W. 1947. Basic Principles of Curriculum and Instruction. The University of Chicago Press. Winataputra, U.S. (1999). Rancangan Perintisan Model Pembelajaran Portofolio di Delapan Propinsi. Bandung : UT dan CICED.

sumber : http://lasmawan.wordpress.com/

NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK anda. Cukup dengan meng-KLIK link ini! Terimakasih.
 
Copyright © 2010 - All right reserved by Education Zone | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by h4r1
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome, flock and opera.