Profile Facebook Twitter My Space Friendster Friendfeed You Tube
Dharma Pendidikan Kompasiana MSN Indonesia Bisnis Indonesia Kompas Republika Tempo Detiknews Media Indonesia Jawa Pos Okezone Yahoo News New York Times Times Forbes
Google Yahoo MSN
Bank Indonesia Bank Mandiri BNI BCA BRI Cimb Niaga BII
Hariyono.org Education Zone Teknologi Informasi Ekonomi Mikro Ekonomi Makro Perekonomian Indonesia KTI-PTK Akuntansi Komputer Media Pend.Askeb Media Bidan Pendidik Materi Umum Kampus # # #
mandikdasmen Depdiknas Kemdiknas BSNP Kamus Bhs Indonesia BSNP # # # # #
Affiliate Marketing Info Biz # # # # # # # # #
Bisnis Online Affilite Blogs Affiliate Program Affiliate Marketing # # # # # # # # #

08 October 2010 | 1:23 AM | 0 Comments

Memahami KBK-SCL dan Implementasinya


Oleh:

Syamsul Arifin

P3AI-ITS

Assalamualaikum Wr. Wb.

Salam sejahtera,

Semoga semuanya dalam keadaan damai & bahagia,

            Tidak terasa kurikulum kita sudah berjalan satu semester, kurikulum yang sering kita sebut sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK), karena memang kurikulum tersebut dibangun dengan menggali kompetensi-kompetensi lulusan sesuai dengan scientific vision dan market signal. Kalau kemudian kita lihat Buku Pedoman Kurikulum ITS Tahun 2009-2014, pada pasal 11 telah dicanangkan kompetensi soft skill dan hard skill bagi lulusan D3,D4, S1,S2 dan S3, betapa berat dan sekaligus mulianya tugas mahasiswa dan dosen. Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran sudah tidak cukup lagi hanya transfer of knowledge; dosen dalam satu semester lebih banyak mengajar dibandingkan mahasiswa beraktivitas belajar. Sehingga mengesankan pembelajaran terfokus pada kebutuhan mengajar dosen (teacher center learning-TCL), ngejar ‘setoran materi’, lupa kompetensi yang harus disasar mahasiswa. Pertanyaan yang sering muncul diantara dosen adalah materinya sudah sampai dimana?(bahkan dilembar monitoring yang biasanya disertakan di map absensi yang harus diisi dosen masih ‘hanya’ berisi materi sesuai minggu), bukannya pertanyaan; mahasiswa sudah bisa apa?,inilah salah satu ciri menonjol dari TCL.

Jika mengacu pada kompetensi soft skill dan hard skill yang harus dicapai oleh lulusan kita, maka model pembelajaran TCL tersebut sudah tidak cukup lagi, maka perlu diperkaya atau digeser pada ranah pembelajaran yang lebih melibatkan mahasiswa secara aktif. Melibatkan lebih dalam mahasiswa dalam pembelajaran dengan tujuan memberikan pengalaman pemaknaan pengetahuan (learning to constructing knowledge) , belajar berbuat (learning to do), belajar besikap (learning to be), dan belajar dalam keberagaman tim (learning to life together) . Dosen tidak hanya fokus pada materi yang diajarkan, tetapi juga sangat memperhatikan tingkatan kompetensi yang dicapai mahasiswa. Pertanyaan diantara dosen sekarang adalah mahasiswa sudah bisa apa (able to work…., able to apply….., able to explain…., act.)?. Pembelajaran yang berfokus pada pencapaian kompetensi mahasiswa dengan melibatkan mahasiswa secara mendalam, inilah yang kemudian sering disebut dengan student center learning (SCL). Tugas dosen dalam SCL tidak hanya dituntut berkemampuan mengajar saja, namun juga mempunyai kemampuan menfasilitasi kebutuhan/kesulitan belajar mahasiswa, memotivasi mahasiswa, menjadi inspirator utama, dan sekaligus menjadi evaluator yang jujur, terbuka, dan berkeadilan. Jadi tidak tepat jika model pembelajaran SCL ini dimaknai; bahwa yang sibuk belajar mahasiswa, sedangkan dosen hanya memberi materi, quis, ujian, dan santai-santai saja. Apa lagi kemudian dimaknai ; ‘saiki enak ngajar ghae SCL, awak dewe santai lan ngak usah UTS-UAS’, pernyataan ini makin juaaaaauh lagi dari pengertian SCL tsb diatas.

Beberapa pilar supaya pembelajaran SCL dapat berjalan dengan baik, diperlukan hal-hal sebagai berikut,

1. Rancangan Pembelajaran (RP),

Pentingnya RP :

· Sebagai panduan (guide) bagi mahasiswa belajar,

· Sebagai instrumen QA dalam proses pembelajaran & pencapaian kompetensi,

· Sebagai intrumen untuk melihat kesesuaian kompetensi, materi dan metode belajar mahasiswa,

· Sebagai salah satu instrumen untuk pengembangan institusi (prodi/jrs/fak/its) khususnya terkait dengan pembelajaran,

Unsur dalam RP :

· Peta Kompetensi,

· Rencana pembelajaran,

· Rencana evaluasi,

· Silabus,

· Kontrak kuliah.

Unsur dalam Rencana Pembelajaran (sesui PP No. 19 tahun 2005, Pasal 20):

· Tujuan pembelajaran matakuliah (MK)/Kompetensi,

· Bahan/Materi pelajaran,

· Metode pembelajaran,

· Sumber belajar,

· Asesmen,

Perlu ditambahkan ;

            · Indikator Pencapaian Kompetensi,

· Estimasi Waktu (sesuai dengan pengertian SKS,pada Peraturan Akademik ITS tahun 2009-2014, pasal-4 )

· Media Pembelajaran yang diperlukan oleh mahasiswa dan dosen.

Perlu digaris bawahi dengan sangat, bahwa kompetensi masing-masing MK, haruslah in-line dengan kompetensi yang telah ditentukan oleh prodi/jurusan, dan kompetensi prodi/jurusan harus in-line dengan kompetensi yang telah ditetapkan oleh ITS. Sehingga nantinya pencapaian kompetensi masing-masing MK, akan dapat mencerminkan pencapaian kompetensi prodi/jurusan dan kompetensi yang ditetapkan ITS.

2. MONEV Implemetasi RP,

Monitoring diperlukan untuk menjamin bahwa proses pembelajaran telah berjalan dengan baik,

Evaluasi diperlukan untuk mengetahui kinerja RP dalam proses pembelajaran.

Jika RP setelah dievaluasi ternyata telah berkinerja dengan baik, maka RP tersebut dapat kita gunakan untuk pembelajaran semester depan. Jika kita dapati sebaliknya, RP kita belum berkinerja dengan baik, maka diperlukan tindakan rekonstruksi RP melalui evaluasi & penelitian pembelajaran (instructional research) oleh masing-masing dosen atau tim dosen (team lecture) yang ditugaskan. Sangat baik jika evaluasi proses pembelajaran berbasis RP ini dapat dilakukan pada tiap matakuliah dan diadakan pada akhir semester oleh setiap prodi/jurusan. Indikator yang dapat kita gunakan untuk mengetahui kinerja RP kita adalah nilai IP matakulia dan IPD. Karena IP matakuliah menggambarkan pencapaian akhir kompetensi belajar mahasiswa, sedangkan IPD menggambarkan proses pembelajaran yang telah terjadi.

3. Dosen yg kompeten,

Saya meminjam elemen-elemen kompetensi sesuai dengan panduan sertifikasi dosen (SERDOS), yakni dosen yang kompeten apabila pada dirinya bersemayam 4 atribut utama;

· Kompeten dalam pedagogic (tepatnya adalah androgogic-krn utk pembelajaran orang dewasa) ,

· Kompeten dalam bidang keilmuannya (profesional),

· Kompeten dalam hubungan social (dengan sesame dosen, mahasiswa dan komunitas keilmuannya),

· Kompeten secara pribadi (mempunyai sikap empaty-simpaty, interpersonal, intrapersonal,dll.).

Kalau itu tuntutannya bagi dosen yang kompeten, alangkah indahnya masa depan pendidikan kita, khususnya di ITS. Saya yakin tujuan pendidikan Maju, Cerdas dan Kompetitif yang dicanangkan MENDIKNAS, dan Cerdas, Amanah dan Kreatif yang dicanangkan ITS tidak akan sulit untuk dicapai. Walaupun saya masih menyisakan anggapan bahwa keadaan tersebut tidak akan selesai hanya karena telah lulus dari sertifikasi dosen, tetapi juga diperlukan sikap untuk terus mau belajar dan berubah, khususnya dimotori & diteladani oleh para GB & dosen-dosen yang telah tersertifikasi. Mohon maaf, saya tidak bermaksud mengatakan dosen yang belum tersertifikasi itu serta-merta tidak kompeten, sebab fakta bias kita lihat sehari-hari bahwa ada dosen atau kelompok dosen;

a. Telah tersertifikasi, dan memang kompeten dalam menjalankan tugasnya,

b. Telah tersertifikasi, dan belum kompeten dalam menjalankan tugasnya,

c. Belum tersertifikasi, namun sudah kompeten dalam menjalankan tugasnya,

d. Belum tersertifikasi, dan memang belum kompeten dalam menjalankan tugasnya.

Apapun kondisi dosen, khususnya dosen ITS, sebuah keniscayaan bahwa peranan dosen sangatlah penting dalam mencapai keberhasilan studi mahasiswa, bahkan menjadi pilar utama untuk membangunan peradaban bangsa yang tidak hanya berbasis intellectual capital namun juga pada spiritual capital.

Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Kaisar Jepang Hirohito, saat negaranya hancur lebur dalam perang dunia II, “Tidak apa-apa kita masih memiliki beberapa guru,……..”, …ya “guru” sebagai tiang utama pembangunan peradaban bangsa, setidaknya menurut sang kaisar.

4. Mahasiswa yg mempunyai motivasi,

Fakta mahasiswa yang masuk ke ITS adalah sudah lulus ujian sekolah, lulus UN, lulus tes masuk PT, bahkan di tes TPA dan Bahasa Inggris segala. Ini menunjukan bahwasanya standar minimum IQ calon mahasiswa untuk mengikuti jenjang pendidikan lebih lanjut di ITS telah terlampaui. Namun fakta juga masih ada saja mahasiswa yang terlambat dalam belajar, bingung apakah jurusan yang dipilih ini bisa memberikan pengharapan masa depan, dan apakah matakuliah yang sedang ditempuh juga bermanfaat bagi dirinya. Dengan indiator sederhana melihat IP mahasiswa yang masih ada (atau masih banyak?) nasakom (nilai satu koma). Saya melihat persoalan diatas tidak pada kemampuan IQ mahasiswa, tetapi lebih pada MOTIVASI mahasiswa yang rendah (low motivation). Menurut kaidah psikologi pendidikan, ‘mahasiswa yang tidak siap belajar adalah yang motivasinya rendah’. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab untuk membangkitkan motivasi belajar mahasiswa?, persis,… jawabnya adalah dosen, dosen dan dosen. Caranya bagaimana,

Bagi Dosen :

· Jelaskan bahwa MK yang akan dipelajari itu bermanfaat, tidak sekedar karena harus diambil,

· Jelaskan hal-hal menarik dari matakuliah tersebut, terkait dengan implementasi dalam kehidupan nyata (sering disebut dengan contextual learning),

· Gunakan beragam metoda pembelajaran; ya ada ceramahnya, penurunan rumus yang menarik, kunjungan lapangan, diskusi, berdebat yang beradab, presentasi, pameran poster, dll.

· Berusahalah menjadi dosen yang bersahabat bagi mahasiswa (kesetaraan komunikasi),

· Tumbuhkan rasa empati bagi mahasiswa yang sedang kesulitan belajar,bahwa mahasiswa mampu, jangan sekali-kali ‘bangga’ kalau MK kita dianggap sulit, apalagi bangga kalau mahasiswa rata-rata bernilai rendah atau tidak lulus di MK yang kita ampuh, sebab jika masih ada mahasiswa yang belum lulus, itu berarti pekerjaan kita (dosen) belum selesai,

· Sediakan waktu dosen bagi mahasiswa sesuai dengan definisi sks (1 sks = 50’ tatap muka + 50’ belajar terstruktur + 50’ belajara mandiri),

· Buka akses bagi mahasiswa untuk berkomunikasi, misalnya melalui hp, email, millis kelas MK, forum diskusi melalui eLearning-SHARE-ITS, dll., tentu sesuai dengan keperluan dan kesepakatan.

Bagi Mahasiswa :

· Mintalah dengan cara yang baik pada dosen untuk menjelaskan RP yang akan digunakan sebagai panduan belajar MK selama satu semester (sesuia Peraturan Akademik pasal-8, ayat-5),

· Buatlah catatan-catatan persiapan belajar khususnya terkait dengan metode belajar, materi, dan jadwal evaluasi (tugas, quis, ujian, presentasi, studio, praktikum, dll.),

· Jangan tunda untuk mengakses sumber-sumber atau bahan-bahan pelajaran,baik berupa buku, majalah, maupun alamat web tertentu yang terkait dengan MK, sesuia dengan penjelasan dosen,

· Segeralah sadari bahwa belajar MK yang sedang ditempuh, pelaku utamanya adalah Anda, artinya mahasiswa belajar bukan saja karena dosen mengajar, namun utamanya adalah untuk mencapai tujuan (kompetensi) yang telah direncanakan dan disepakati,

· Jalinlah komunikasi yang baik dengan dosen Anda, buat kesepakatan-kesepakatan dengan dosen Anda terkait waktu dan cara berkomunikasi,

· Jika menurut perasaan Anda materi tidak menyenangkan, dosen membosankan, jadwal kuliah yang tidak tepat, segeralah berkonsultasi pada dosen wali Anda untuk memecahkan persoalan tersebut, jangan terlambat !!!,

· Apapun agama Anda, berdoalah sebelum belajar, karena ini cara komunikasi dengan Sang Pencipta, yang hasilnya bisa jadi tidak terduga-duga untuk merubah segala hal menjadi lebih baik.

5. Sumber belajar yang berkecukupan,

Sumber belajar yang kita kenal selama ini disamping dosen adalah buku referensi, buku ajar, diktat, modul ajar, lecture note, slide ppt, web eLearning, dll. Sifat yang harus melekat pada sumber belajar adalah mudah diakses mahasiswa dan berkecukupan untuk mencapai kompetensi MK.

6. Sarana belajar yang berkesesuaian.

Tidak selalu kecanggihan sarana belajar menjadi pertimbangan untuk digunakan dalam pembelajaran. Karakter atau sifat terpenting dari sarana belajar adalah kesesuaian dan dikuasai oleh dosen dan mahasiswa. Sebagai contoh, pada saat kita akan menjelaskan bagaimana menyelesaikan PD (persamaan differensial) untuk menjelaskan fenomena fluida, maka menggunakan papan tulis masih lebih baik, karena dengan papan tulis kita bisa menjelaskan proses bagaimana PD tersebut diselesaikan. Sedangkan untuk melihat fenomena laminar dan turbulen fluida, media belajar yang cocok ya menggunakan simulator tidak cukup hanya dengan papan tulis. Yang perlu kita perhatikan bahwasanya fasilitas belajar yang berada di kelas-kelas itu menjadi ujung tombak dalam pembelajaran. Keberadaan papan tulis yang baik, LCD-Komputer, node jaringan intranet/internet, WiFi yang kuat, kelas dengan pencahayaan & penghawaan yang baik, bagi PT sekelas ITS sudah menjadi keniscayaan (default).

Kata Kunci :

RP-MK dibuat & dijelaskan pada mahasiswa,

MONEV – dijalankan,

DOSEN – Kompeten,

MAHASISWA – mempunyai MOTIVASI tinggi,

Sunber Belajar – berkecukupan & mudah diakses,

Sarana Belajar – berkesesuaian & dikuasai.

Demikian tulisan ini saya akhiri, semoga bermanfaat untuk mengawali semester genap 2010, semoga ‘tangan-tangan’ kita semua menjadi salah satu penentu bagi kejayaan ITS saat ini dan saat yang akan datang.

Guru (dosen) yang biasa, berbicara logis

Guru (dosen) yang bagus, menginspirasi

Guru (dosen) yang hebat, menjadi teladan

Guru (dosen) yang agung, membebaskan

(diolah dari William Athur Ward, Jurnalis)

sumber : http://p3ai.its.ac.id
NB: Jika anda suka artikel ini, silakan share ke teman FACEBOOK anda. Cukup dengan meng-KLIK link ini! Terimakasih.
 
Copyright © 2010 - All right reserved by Education Zone | Template design by Herdiansyah Hamzah | Published by h4r1
Proudly powered by Blogger.com | Best view on mozilla, internet explore, google crome, flock and opera.