Etika - beasal dari kata Ethic dengan batasan yang bervariasi tergantung dari konteks yang ingin dibahas, namun demikian dapat dikemukakan beberapa batasan yang ada kaitannya dengan perilaku individu dalam satu organisasi yang menuntut untuk dilaksanakannya etika tertentu, seperti diuraikan dalam penjelasan berikut. Pengertian sebagai diutarakan oleh Hornby dalam Oxford Advaced Learner’s Dictionary of Current English (1985), “… system of moral principles, rules of conduct’. Selain itu dikemukakan pula oleh Morehead (1985), “…ethics, n. morals, morality, rules of conduct”. Lebih jauh dikemukakan oleh Morehead bahwa etika ini erat kaitannya dengan kewajiban dan tanggung jawab seseorang. Page & Thomas (1979) mengemukakan bahwa ethics, branch of philosophy concerned with morals and the distinction between good and evil. Kreitner & Kinicki (1998) mengemukakan bahwa : ethics involves the study of moral issues and choices. It concerned with right and wrong, good versus bad and the many shades of gray in supposedly black-and white issues.
Profesi dan profesional, profesi berasal dari kata profession, serta profesional berasal dari kata professional, yang mempunyai batasan bervariasi tergantung dari konteks yang ingin diungkapakan. Hornby memberikan batasan tentang: profession, n. occupation, esp one requiring advanced education and special training, eg the law, architecture, medicine, accountancy; … professional adj 1. of a profesion (1): ~ skill; ~ etiquette, the special conventions, form of politeness, etc asociated with a certain pofession: ~ men, eg doctors, lawyers. 2. Doing or practising something as a full time occupation or to make a living.
Batasan yang lain mengenai profesi dan professional diberikan oleh Page&Thomas (1979), seperti kutipan dibawah:
… profession, evaluative term describing the most prestigious occupations which may be termed professions if they carry out an essential social service, are founded on systematic knowledge, require lengthy academic and practical training, have high autonomy, a code of ethics, and generate in-service growth. Teaching should be judged as a profession on these criteria.
Dari batasan di atas maka dapat dikatakan bahwa etika profesi itu berkaitan dengan baik dan buruknya tingkah laku individu dalam suatu pekerjaan, yang telah diatur dalam kode etik.
Pengajar dan Mengajar
adalah dua istilah yang sulit untuk dipisahkan. Umpamanya dikatakan bahwa ia adalah guru yang baik apakah individu itu mempunyai karakteristik mengajar yang baik ataukah bertingkah laku yang patut diteladani. Mengajar adalah kata kerja yang biasanya dipakai dalam proses terselenggaranya kegiatan yang dilakukan oleh sekelompok individu yang belajar, sedangkan pengajar adalah individu yang mendorong melakukan kegiatan tersebut, dimana keduanya bergabung untuk mencapai suatu tujuan biasanya di perguruan tinggi disebut dosen. Namun demikian pada umumnya pengajar yang baik biasanya dapat mengajar dengan baik.
Mengajar itu tidak hanya apa yang terjadi di dalam kelas tapi juga persiapan yang dilakukan sebelumnya dan penilaian yang dilakukan sesudahnya. Oleh sebab itu yang tercakup dalam mengajar yaitu persiapan dan juga penyampaiannya, memberikan fasilitas, ceramah, membimbing, mengarahkan dan kadang - kadang mendorong. Mengajar yang baik termasuk semuanya yang telah disebutkan tadi yang dikerjakan secara sungguh -sungguh. Kesungguhan ini tidak saja sebagai kesungguhan yang umum, tapi lebih bersifat pribadi.
Di peguruan tinggi, karena peserta didiknya adalah individu yang dewasa, maka mengajar di sini mempunyai tuntutan yang khusus. Tuntutan mengajar di perguruan tinggi kemudian berubah artinya dari “teaching” menjadi “scholar”. Prosesnya bukan lagi hanya memberikan sejumlah informasi tapi “sharing the exitement of learning” (Spees, 1989). Lebih jauh Spees menguraikan:
“ … The good teacher, then, is a scholar… A scholar is both - a person who is learned in a dicipline and one who is continuing to learn, continuing to grow. Too often the term scholar is reserved for the emeritius professor and/or connotes attainment rather than continuing efforts. The good teacher is never satisfied with yesterday’s or even today’s efforts. These are but what has been done. The good teacher constanly continnues to grow in both the discipline and in the art of teaching that discipline…”.
Dari kutipan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa mengajar itu tidak hanya mengajar orang lain tetapi juga mengajar diri sendiri, dalam arti bahwa pengajar juga turut belajar.
Banyak batasan yang dapat dikutip mengenai mengajar, namun Spees (1989) menjelaskan bahwa :
“…The good teacher is the scholar - teacher bounded by intentionality…. First, it means that in order to teach the person must have a teaching field - an academic discipline, a base of knowledge. The teacher must have information, knowledge, data.
Second, the teacher must have a desire to share these. Third, the teacher must have a commitment to learning. This commitment is twofold. It is a commitment to personal learning and a commitment to other’s learning”.
Pengertian tersebut dapat disimpulkan yaitu:
- Agar dapat mengajar maka dosen harus mempunyai pengetahuan/ilmu yang akan diajarkan, biasanya disiplin ilmu yang sesuai dengan keahliannya.
- Dosen harus mempunyai itikad akan membagi ilmunya dengan yang lain.
- Dosen juga harus mempunyai komitmen bahwa ia juga akan belajar. Komitmen ini bemata ganda, yaitu belajar untuk dirinya sendiri dan untuk orang lain. Yang dimaksud dengan “learning” untuk dosen mencakup belajar tentang ilmunya, belajar tentang mahasiswanya masa kini serta mempelajari dirinya sendiri. Dalam arti bahwa apabila ia merasa bahwa cara ia mengajar tidak memadai maka akan berusaha untuk memperbaikinya.
Lebih jauh diuraikan bahwa guru yang baik itu tidak pernah dalam keadaan “bad faith”, dalam arti bahwa individu akan lari dari tanggung jawab dan membohongi dirinya sendiri.
Tidak ada satupun cara mengajar yang dapat diterapkan ke seluruh situasi mengajar karena begitu banyak cara mengajar. Istilah cara mengajar yang baikpun tidak dapat dikatakan baik untuk semua matakuliah. Selalu harus disertai “baik untuk apa” dan “baik untuk siapa” serta “bagaimana pelaksanaanya”.
Oleh sebab itu “cara mengajar yang baik” itu dapat diartikan cara mengajar yang tepat untuk tujuan tertentu dan dilaksanakan sesuai dengan kondisi kelas. Cara mengajar itu adalah suatu proses yang melibatkan dosen dan mahasiswa yang akan bekerja sama menciptakan lingungan belajar, temasuk nilai dan keyakinan yang akan membentuk pandangan tertentu tentang kenyataan.
Tidak dapat dibatasi hanya mengenal satu cara mengajar yang baik karena tidak satupun model yang dapat memenuhi semua macam cara belajar. Banyak cara belajar memerlukan banyak macam cara mengajar.
Namun demikian biarpun tidak semua dosen mampu melaksanakan mengajar yang seperti diuraikan di atas, tapi dosen itu dapat mengupayakan agar proses mengajar menjadi suatu proses yang menyenangkan baik bagi dosen ataupun mahasiswanya serta dapat mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Profesionalisme Pengajar
Hal penting yang harus diperhatikan dalam profesionalisme staf pengajar adalah diusahakan agar mereka merasa bangga akan profesinya sebagai pengajar. Walaupun kadang-kadang pekerjaan mengajar ini tidak dapat penghargaan yang sebagimana mestinya. Masih banyak yang beranggapan bahwa mengajar itu dapat dikerjakan oleh siapa saja. Mungkin anggapan ini ada benarnya dalam beberapa hal, namun mengajar yang bagaimana yang mereka lakukan. Adakah mereka mengindahkan tujuan yang ingin dicapai? Apakah mereka juga memikirkan mahasiswa yang harus didorong untuk mau belajar? Ataukah sekedar berdiri di depan kelas dan membicarakan sesuatu? Antara lain hal semacam inilah yang sebaiknya difahami oleh pengajar, sehingga diharapkan dapat menghasilkan lulusan yang sesuai dengan tujuan institusi.
Secara umum mengajar yang baik itu memerlukan ilmu dasar untuk mengajar yang dapat diterapkan sesuai dengan bidang ilmu/keahlian individu. Yang diuraikan dalam makalah ini adalah mengajar secara umum, sedangkan keterampilan mengajar yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan keahliannya sebaiknya dibahas di masing-masing bidang profesi. Contohnya : Ikatan Sarjana Ekonomi (ISEI) dapat merencanakan, melaksanakan dan mengevalusi pengembangan profesi staf pengajar ilmu eonomi, atau Persatuan Insinyur Indonesia (PII) untuk ilmu teknik, dsb.
Dalam hal ini perlu difikirkan ilmu dasar yang mana yang diperlukan sebagai dasar untuk mengajar agar mengajar dapat dikatagorikan dalam suatu profesi, menurut Shulman (Eric Digest, 1991): the professionalization of teaching depend on showing that teaching, like other learned professions, requires mastery of specialized body of knowledge that applied with wisdom and ethical concern. Lebih jauh ia mengemukakan: the knowledge base is a framework that consists of several different types of knowledge, including statement about valued ends and the methods used in evaluating or justifiying them.
Selain itu diuraikan oleh Office of Educational Research and Improvement (1991), untuk mendapatkan status profesional memerlukan ilmu sebagai ukuran/standar, pertanyaan tentang ilmu yang mana yang tepat untuk satu bidang profesi, perlu dipertimbangkan secara cermat oleh masyarakat profesi, tentang: (1) the types of knowledge required and relationship among categories identified, (2) conceptual frameworks for organizing and using knowledge and (3) the modes of inquiry used in creating and validating knowledge claims in the field. Hal ini berarti bahwa proses dalam menetapkan ilmu dasar adalah berkaitan dengan masyarakat, seperti kerangka konsep, serta norma untuk pertimbangan mereka dan diciptakan serta diciptakan kembali setelah penyesuaian dan pengembangan oleh masyarakat. Perubahan terjadi dengan wawasan dan penilaian melalui usaha bersama dari seluruh masyarakat. Walaupun biasanya pemimpin masyarakat memulai proses ini, tapi selalu mencari pengertian timbal balik di masyarakat. Sebagai implikasinya terhadap pendidikan dosen/pengajar dan pengajaran di perguruan tinggi perlu difikirkan lebih jauh karena memerlukan pendidikan yang lebih terarah tentang pendidikan tinggi untuk merumuskan ilmu dasar yang dipakai.
Ilmu dasar mana yang akan dipakai sebagai ukuran profesionalitas seorang pengajar tergantung dari kegiatan apa yang seharusnya dilakukan dalam mengajar. Pelaksanaan kegiatan itulah yang akan dipakai sebagai ukuran untuk menilai cara mengajar seseorang yang kemudian akan diukur dan dijadikan tolok ukur (standar) dalam penilaian profesi mengajar. Rumusan dari tolok ukur ini akan diperlukan untuk menilai sejauh mana pengajar itu memenuhi pemahaman ilmu dasar dan untuk pemberian sertifikat kepada mereka yang telah memenuhi standar tersebut. The National Board for Profesional Teaching Standards (1998) menjelaskan, badan ini mengidentifikasi dan menemukan bahwa pengajar yang efekif akan mendorong mahasiswa untuk belajar dan memperlihatkan sebagai seorang individu yang memahami ilmu pengetahuan tentang mengajar yang mendalam, terampil, berkemampuan dan menjalankan semua tugasnya sebagai pengajar dengan baik diperlihatkan dalam lima usulan seperti kutipan dibawah ini :
Ø Teachers are commited to sudents and their learning.
Ø Teachers know the subjects they teach and how to teach those subjects to students.
Ø Teachers are responsible for managing and monitoring students learning
Ø Teachers think sysematically about their practice and learn from experience.
Ø Teachers are members of learning
communities.
Lebih jauh diuraikan, bahwa :
a. Pengajar yang berhasil adalah mereka yang dapat menyampaikan keahliannya untuk semua mahasiswanya. Kegiatannya berdasarkan keyakinan bahwa semua mahasiswa dapat belajar. Dia akan memperlakukan mahasiswanya sama, namun mengetahui perbedaan mahasiswanya satu dengan yang lainnya, sehingga dapat memperlakukan mereka sama berdasarkan perbedaan yang telah diketahuinya. Dia akan menyesuaikan kegiatannya berdasarkan observasi serta tentang pengetahuannya akan minat, kecakapan, kemampuan, ketrampilan, ilmu pengetahuan, limgkungan keluarga serta huungan satu sama lainnya diantara sesama mahasiswa. Pengaar yang berhasil akan memahami bagaimana mahasiswa berkembang dan belajar. Dia akan mempergunakan teori kognisi dan intelegensi dalam kegiatannya. Dia sadar bahwa mahasiswanya akan berperilaku sesuai dengan kontek yang dipengaruhi budaya. Dia akan mengembangkan kemampuan kognitif dan menghormati cara mahasiswa belajar. Yang sangat penting adalah mendorong self-esteem, motivasi, karakteristik, bertanggung terhadap masyarakat, respek terhadap perbedaan individu, budaya, kepercayaan dan ras dari mahasiswanya.
b. Pengajar yang berhasil sangat memahami bidang ilmu keahlian yang akan diajarkannya dan menghargai bagaimana pengetahuan tersebut diciptakan, diorganisasikan, dihubungkan dengan ilmu pengetahuan lainnya serta diterapkan dalam dunia nyata. Dengan tidak melupakan kebijaksanaan dari budaya dan disipln ilmu, serta mengembangkan kemampuan menganalisa dari mahasiswanya. Pengajar yang berhasil akan mengetahui bagaimana cara menyampaikan ilmu keahliannya kepada mahasiswa. Mereka akan tahu mana yang sulit diterima oleh mahasiswa, sehingga akan menyampaikannya dengan cara yang dapat diterima. Cara mereka mengajar akan memungkinkan bahan ajar diterima mahasiswa dengan baik karena mempunyai srategi mengajar yang telah dikembangkannya sesuai dengan kebutuhan mahasiswa yang bervariasi untuk memecahkan massalah yang sesuai dengan kemampuan mahasiswa.
c. Pengajar yang berhasil, akan menciptakan, memperkaya, memelihara dan menyesuaikan cara mengajarnya untuk menarik dan memelihara minat mahasiswa dalam mempergunakan waktu mengajar sehingga mengajarnya efektif. Mereka juga akan memberikan pertolongan dalam proses belajar dan mengajar kepada mahasiswa dan teman sejawatnya. Pengajar yang berhasil akan tahu cara mana yang tepat yang dapat dilakssanakan sesuai dengan kebutuhan. Mereka juga akan tahu bagaimana mengatur mahasiswa agar dapat mencapai tujuan mengajar yang diinginkan serta mereka akan tahu mengarahkan mahasiswa untuk sampai pada lingkungan belajar yang menyenangkan. Mereka memahami bagaimana memotivasi mahasiswa termasuk bagaimana cara mengatasi apabila mahasiswa menemui kegagalan. Pengajar yang berhasil akan juga memahami kemajuan mahasiswa dalam belajar baik secara perorangan ataupun secara umum dalam kelasnya. Memahami bermacam-macam cara evaluasi untuk mengetahui perkembangan mahasiswa serta bagaimana mengkomunikasikan keberhasilan ataupun kegagalan mahasiswa kepada orang tua mahasiswa.
d. Pengajar yang berhasil, adalah model dari hasil pendidikan yang akan dijadikan contoh oleh mahasiswanya, baik keberhasilan dari ilmu pengetahuannya ataupun cara mengajarnya. Seperti, keingintahuannya, kejujurannya, keramahannya, keterbukaannnya, mau berkorban dalam mengembangkan mahasiswa ataupun hal lain yang berkaitan dengan karakteristik pengajar yang lainnya. Pengajar yang berhasil akan memanfaatkan ilmu tentang perkembangan individu, keahlian dalam bidang ilmu dan mengajarnya, serta tentang mahasiswanya dalam penilaian dan kepercayaannya bahwa cara inilah yang terbaik untuk dilakukann dalam proses mengajar. Untuk keberhasilan proses mengajarnya dosen/pengajar yang berhasil akan selalu memikirkan dan mengembangkan keberhasilan cara mengajarnya serta selalu menghubungkannya dengan kehidupan sehari-hari yang sesuai dengan teori, ide, ataupun faktanya.
e. Pengajar yang berhasil, akan berkontribusi serta bekerja sama dengan teman sejawatnya tentang seluruh kegiatan yang berkaitan dengan proses belajar dan mengajar, seperti : pengembangan kurikulum, pengembangan staf lainnya selain pengajar, ataupn kebijakan lainnya dari seluruh institusi pendidikan. Mereka akan menilai perkembangan institusinya serta sumber lain yang tersedia dalam menunjang perkembangan pendidikan sesuai kebutuhan masing-masing. Pengajar yang berhasil selalu mendapatkan cara yang terbaik dalam berhubungan degan teman sejawatnya untuk produktivitas hasil pendidikan secara menyeluruh.
Dari kelima aspek inilah kemudian akan dikembangkan untuk dirumuskan tentang apa yang sebaiknya dilaksanakan oleh pengajar yang dapat dikatagorikan berhasil untuk kemudian disusun sebuah tolok ukur (standar).
Salah satu model yang dapat dipakai sebagai acuan dari pekerjaan sebagai pengajar seperti kutipan dibawah ini (Nana, 1997).
Pengembangan model pendidikan profesional tenaga kependidikan (PPS, 1990), sepuluh ciri suatu profesi :
(1) Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
(2) Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
(3) Keahlian/keterampilan diperoleh dengan
menggunakan teori dan metode ilmiah
(4) Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
(5) Diperoleh dengan pendidikan dalam
masa tertentu yang cukup lama
(6) Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai
profesional
(7) Memiliki kode etik
(8) Kebebasan untuk memberikan judgement
dalam memecahkan masalah dalam
lingkup kerjanya
(9) Memiliki tanggung jawab profesional
dan otonomi
(10)Ada pengakuan dari masyarakat dan
imbalan atas layanan profesinya.
Lebih jauh diuraikan bahwa Departemen Pendidikan dan Kebudayaan pada tahun 1980 (Nana, 1996) telah merumuskan kemampuan - kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu:
(1) Kemampuan profesional, yang mencakup:
a. Penguasaan materi pelajaran, mencakup bahan yang diajarkan dan dasar keilmuan dari bahan pelajaran tersebut.
b. Penguasaan landasan dan wawasan kependidikan dan keguruan
c. Penguasaan proses kependidikan, keguruan dan pembelajaran.
(2) Kemampuan sosial, yaitu kemampuan menyesuaikan diri dengan tuntutan kerja dan lingkungan sekitar.
(3) Kemampuan personal yang mencakup :
a. Penampilan sikap yang positif tehadap keseluruhan tugasnya sebagai guru, dan terhadap keseluruhan situasi pendidikan.
b. Pemahaman, penghayatan, dan penampilan nilai-nilai yang seyogiyanya dimiliki guru.
c. Penampilan upaya untuk menjadikan dirinya sebagai anutan dan teladan bagi para siswanya.
Selanjutnya Depdikbud merinci ketiga kelompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu :
(1) Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep - konsep dasar keilmuannya.
(2) Pengelolaan program belajar - mengajar
(3) Pengelolaan kelas
(4) Penggunaan media dan sumber pembelajaran
(5) Penguasaan landasan - landasan kependidikan
(6) Pengelolaan interaksi belajar-mengajar
(7) Penilaian prestasi siswa
(8) Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
(9) Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah
(10)Pemahaman prinsip - prinsip dan pemanfaatan
hasil penelitian pendidikan untuk kepentingan
peningkatan mutu pengajaran.
Uraian yang dikemukakan Depdikbud ini kelihatannya untuk guru, bukan untuk dosen pendidikan tinggi. Namun demikian dapat dipakai sebagai accuan untuk mengkaji sifat - sifat yang ingin dirinci untuk pengajar dari perguruan tingi, karena sejauh ini belum ada ukuran untuk Indonesia yang berkaitan dengan profesionalisme dalam mengajar yang sudah baku, sehingga banyak di antara pekerja dari profesi lain juga melakukan menggajar.
Dengan demikian etika profesi pengajar sangat tergantung dari para pengajar sendiri, apakah menjadi kebanggaan sebagai pengajar ataukah hanya merupakan satu pekerjaan yang dapat dikerjakannya. Untuk hal ini maka urun saran selanjutnya akan disesuaikan dengan pengkajian pengajaran ilmu seni rupa yang sesuai dengan visi, misi dan tujuan institusional.
Disalin dari : http://fird4uz.blogspot.com