Nyawa sebuah buku�apa pun jenis buku itu�terletak pada apakah di dalam buku tersebut ada ide atau gagasan. Buku hanya terdiri atas sederetan teks yang disusun secara berkelompok menjadi bab-bab dan sub-subbab. Kadang, di lembar-lembar halaman buku itu terdapat semacam gambar atau ilustrasi. Namun, apa pun bentuk dan jenis buku tersebut, jika di dalamnya tak ada ide, buku itu tak bisa dikatakan “hidup”.
Ide atau gagasan, secara bahasa, adalah “hasil pemikiran”. Dalam rumusan yang lebih bebas, ide adalah semacam temuan baru yang tiba-tiba menclok di dalam pikiran seseorang. Ide itu�jika dirumuskan dalam bahasa yang tertata dan jernih, dan kemudian dibaca oleh orang lain, yang bukan si penemu ide�tiba-tiba saja mampu menggerakkan pikiran orang tersebut. Ide adalah, katakanlah, semacam “pengungkit”.
Buku tanpa ide akan hampa�kosong melompong. Buku itu akan hanya terdiri atas huruf-huruf mati, yang bisu, dan tak bisa bernyanyi nyaring. Sebaliknya, buku yang sarat ide akan menggoda. Ia akan membuat pembacanya bergerak, blingsatan, dan kemudian seperti mendapatkan cahaya. Buku yang baik tentu memiliki sepenggal ide, sekecil apa pun ide itu.
Bagaimana agar buku yang kita ciptakan sarat ide? Bacalah buku Langkah Mudah Membuat Buku yang Menggugah (MLC, 2004). Dalam buku tersebut dijelaskan soal bagaimana menemukan, kemudian membangkitkan, dan merumuskan sebuah ide. Tak berhenti di situ. Dijelaskan pula oleh buku itu bahwa ada banyak sekali jenis ide. Ada ide yang biasa-biasa saja, dan ada pula ide yang brilian dan mengguncangkan.
Dalam tulisan ini, soal ide tak akan dibahas. Tulisan ini akan membahas langkah-langkah menyiapkan dan membuat buku yang menggugah.
Langkah Pertama: Temukan dan Teladani “Model” Buku yang Baik
Model bukan aturan. Model adalah sosok nyata yang sudah jadi dan hidup. Jika model itu dikaitkan dengan buku, model itu berbentuk buku yang baik. Apa kriteria buku yang baik. Pertama, buku itu mengandung ide. Kedua, bahasa tulis buku itu menerangi bukan menggelapi. Dan ketiga, pengemasan buku itu sangat kreatif�cara pengemasannya membuat buku itu tidak membosankan jika digauli.
Menemukan model buku yang baik penting. Kenapa? Karena model itu bisa memandu seseorang yang ingin membuat buku. Orang itu lantas dapat belajar dan merasakan sisi-sisi baik dari buku tersebut. Sekali lagi, model bukan aturan. Model menyimpan pentunjuk yang bisa diikuti dengan sangat gamblang. Sementara itu, aturan kadang bersifat teknis, tidak ramah dan cenderung memerintah. Tanpa menemukan model buku yang baik, dan hanya berbekal aturan, seorang penulis akan kesulitan menciptakan buku yang menarik.
Langkah Kedua: Ciptakan Bahasa Tulis yang “Sexy” atau Menggugah
Ide sebuah buku hanya bisa dipahami oleh pembacanya lewat bahasa. Atau, secara lebih luas, dapat dikatakan bahwa sebuah buku hanya akan memberikan manfaat apabila bahasa tulis buku itu benar-benar lezat dan “bergizi” (dapat dipahami dengan mudah). Semenarik dan sepenting apa pun buku, jika bahasanya berantakan akan membuat buku itu tak dapat dimanfaatkan oleh pembacanya.
Oleh sebab itu, seorang penulis perlu berlatih keras untuk menemukan bahasa tulis yang menggugah. Bagaimana caranya? Pertama, penulis itu harus banyak membaca. Tanpa membaca buku yang beragam dan kaya, dia tak akan memiliki kekayaan bahasa. Kedua, ketika menulis, dia harus melibatkan dirinya secara total. Hanya dengan melibatkan dirinyalah, sebuah bahasa itu jadi berwibawa. Dan ketiga, si penulis pun harus menguasai secara sangat tajam dan dalam materi atau bahan yang ingin ditulisnya. Tanpa penguasaan yang hebat dan andal, bahasa tulis yang diciptakan akan tidak fokus alias ke mana-mana.
Langkah Ketiga: Sisipkan Cerita-Cerita yang “Inspiring”
Manusia itu makhluk yang suka bercerita. Tanpa cerita, manusia akan terpecah-belah menjadi makhluk yang tidak utuh. Buku�apa pun jenis buku itu�tanpa disisipi sebuah cerita, akan kering dan rigid. Buku itu akan tidak menarik dan tidak bisa menyentuh sisi kemanusiaan (emosi) pembacanya. Jadi, temukanlah cerita dan sisipkan dalam halaman-halaman sebuah buku karena akan membuat si pembaca menjadi manusia yang utuh, manusia yang memiliki emosi, hati, dan sesuatu yang sangat tinggi.
Cerita juga akan merangsang imajinasi seorang pembaca. Cerita membuat penyampaian kandungan buku menjadi ringan dan cair. Bahkan, hanya lewat ceritalah seorang pembaca dapat mengaitkan (mengontekskan) bahan-bahan yang dibacanya dengan pengalaman yang ada di dalam dirinya atau dengan sesuatu yang sangat penting dan berharga. Jika cerita dapat berpadu dengan ilustrasi yang indah, jadilah itu “bunga” bagi sebuah buku.
Langkah Keempat: Padukan Bahasa Kata dengan Bahasa Rupa
Otak manusia terdiri dari dua belahan. Belahan kiri yang rasional dan tertib biasanya bermanfaat untuk membaca kata-kata. Sementara itu, belahan kanan yang intuitif dan bebas bermanfaat untuk melihat gambar. Buku yang mampu memfungsikan kedua belahan otak adalah buku yang berisi teks dan gambar. Jika buku itu hanya terdiri atas teks, dan tak mampu merangsang imajinasi (potensi yang terdapat di otak belahan kanan), ada kemungkinan buku itu hanya mampu diserap oleh otak separonya saja.
Jadi, berikanlah gambar atau kata-kata yang mampu merangsang imajinasi. Akan sangat bagus jika bahasa kata dan bahasa rupa dalam sebuah buku itu bisa berpadu, tidak saling tabrak dan tidak saling berlari ke sana-kemari dengan arah yang berlawanan. Penulis harus mampu menciptakan bahasa kata yang dapat diterjemahkan oleh ilustrator atau desainer lewat bahasa rupa yang tidak sekadar berfungsi sebagai asesori.
Langkah Kelima: Rangsang Seluruh Area Otak Pembaca
Ini terkait dengan bagaimana menyajikan dan mengemas buku dengan menggunakan konsep “multiple intelligences” (kecerdasan majemuk). Teori kecerdasan majemuk ini ditemukan oleh Profesor Howard Gardner. Intinya, otak memiliki pelbagai area. Setiap area otak mewakili satu jenuis kecerdasam. Menurut Profesor Gardner, ada sedikit sembilan jenis kecerdasan.
Nah, bayangkan jika sebuah buku dapat diserap dan dicerna oleh seluruh area otak temuan Profesor Gardner. Tentu, buku itu akan menyalakan otak. Membaca buku tidak pakai ginjal atau jantung. (Benar, ginjal dan jantung, dan organ penting lain, tetap harus berfungsi baik ketika seseorang menjalankan kegiatan membaca. Namun, yang berhubungan dengan buku bukan ginjal dan jantung. Yang berhubungan dengan buku adalah otak.) Jadi, buatlah buku yang dapat memfungsikan seluruh area otak, dijamin buku itu bukan hanya akan menyenangkan pembacanya, tetapi juga mencerdaskan!
sumber : http://edu-media.org